Friday, May 3, 2024
HomeGagasanCara Berkomunikasi Capres

Cara Berkomunikasi Capres

Salah-satu perhatian publik saat ini adalah cara berkomunikasi calon presiden (capres). Sangat dinamis. Ada dinamika, baik saat di atas panggung, maupun saat berinteraksi langsung dengan publik di lapangan. Meski sering ada pembatas demi keamanan capres, namun para capres acap sesekali menanggapi warga yang menyapa. Ketika nama capres dipanggil pendukungnya di lapangan, spontan umumnya sang capres berhenti sejenak, menoleh, lalu membalas dengan lambaian tangan. Gestur tubuh capres menciptakan suasana akrab.

Warga yang berteriak memanggil capres tersebut merasa puas meski sang capres hanya menoleh dan tersenyum. Nyaris seluruh capres menunjukkan gestur seperti itu, walau kadang suasana di lapangan sering lebih menyita perhatian capres. Dan saat namanya dipanggil, ia tak sempat berhenti untuk menoleh atau tersenyum. Memang, berada dalam kerumunan tidaklah mudah bagi capres berkomunikasi personal secara langsung dengan pendukung. Suasana terlalu ramai.

Ada kerawanan yang tetap harus diwaspadai. Namun, ada keakraban yang tetap harus dijaga. Fungsi tim capres bidang pengamanan lapangan ada di situ. Tim ini biasanya sudah terjun lebih dulu ke lokasi sebelum keramaian terjadi. Mereka harus cermat mengobservasi titik-titik kerawanan serta bagaimana mengantisipasinya. Hasil observasi ini lalu disepadankan pada prosedur tetap (protap) pengamanan. Beda situasi lapangan, bisa pula beda protap pengamanan. Dan juga mempengaruhi cara capres berkomunikasi dengan pendukungnya di lokasi acara.

Saat berada di lapangan terbuka capres bisa leluasa berpidato di atas panggung. Komunikasi satu arah, tidak ada tanya-jawab. Jarang bahkan minus dialog. Khalayak yang hadir hanya jadi penonton. Mirip nonton konser band. Sulit mengetahui apakah capres ini berkepribadian introvert (tertutup) apa ekstrovert (terbuka). Penonton hanya menyaksikan keterampilan capres berorasi dengan gestur yang khas masing-masing capres. Bagi penonton, meminjam konsep Johari Window, capres berada dalam ‘Blind Area’ (wilayah dibutakan), ‘Hidden Area’ (wilayah tersembunyi) dan ‘Unkwon Area’ (wilayah tak diketahui) saat komunikasi satu arah.

Padahal, watak capres seharusnya bisa diketahui secara baik oleh publik selama masa kampanye. Barulah ketika digelar debat oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), terkuak watak masing-masing capres melalui komunikasi antar capres. Nyaris seluruh wilayah tersembunyi, tak diketahui bahkan mungkin selama ini ‘dibutakan’ dari publik, menjadi tersingkap lewat debat KPU. Lepas dari bagaimana moderator dan panitia debat mengelola lalu-lintas komunikasi antar capres selama debat, debat KPU sangat patut diapresiasi. Melalui debat inilah publik bisa mengetahui secara baik karakter masing-masing capres.

Publik yang kini kian cerdas berkat kemudahan mengakses langsung ke sumber-sumber informasi secara gratis, tentu membutuhkan arena dialogis. Bukan lagi monologis, satu arah. Dari capres ke publik. Arena dialogis lebih dibutuhkan. Arena yang menjadi ruang deliberatif (konsultatif mendalam) antara capres dengan publik. Warga bisa berkomunikasi langsung dengan capres. Siapapun warga itu tanpa memandang latar-belakang. Dan melalui ruang ini, publik kian tahu watak serta kepribadian capres.

Ala kulli hal, itulah diantaranya catatan penting Pemilu kali ini. Sejarah baru dalam Pemilu, ketika warga bisa langsung mengetahui bagaimana sesungguhnya karakter dan kepribadian capres lewat ruang deliberatif.

 

ROSDIANSYAH
Pemerhati Komunikasi Politik dan Peneliti Senior Institute for Strategy and Political Studies (INTRAPOLS)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular