Saturday, April 20, 2024
HomeGagasanBPJS Kesehatan Menggunakan Dana Bank, Apa Resikonya?

BPJS Kesehatan Menggunakan Dana Bank, Apa Resikonya?

 

Undang-Undang BPJS sudah mengatur, bahwa BPJS Kesehatan maupun Ketenagakerjaan, dalam sistem keuangannya menggunakan dua pembukuan.

Pembukuan pertama adalah yang terkait Dana Badan. Yaitu dana dan asset BPJS Kesehatan yang dikelola oleh BPJS Kesehatan untuk kepentingan operasional (belanja pegawai maupun non pegawai), dalam rangka agar Manajemen BPJS Kesehatan berjalan secara profesional. BPJS Kesehatan diperkenankan untuk mengembangkan asset dan dana badan tersebut agar tetap tersedia cukup untuk kepentingan operasionalnya.

Karena belanja operasional cukup besar, apalagi sekarang ini lebih dari 7.000 karyawan BPJS Kesehatan, tentu kalau dari dana Badan tidak cukup. UU BPJS memperkenankan BPJS Kesehatan mendapatkan sejumlah persentase tertentu (dibahas bersama dengan Kemenkeu dan DJSN), dari Dana Jaminan Sosial (DJS), yang besarnya ditetapkan setiap tahun anggaran.

Pembukuan kedua, adalah pembukuan Dana Jaminan Sosial (DJS), yang bersumber dari iuran peserta dan PBI yang dibayarkan pemerintah. Tahun 2018 ini proyeksi DJS yang diperoleh sebesar 80 Triliun, sedangkan pengeluaran untuk pembiayaan FKTP dan FKTL sekitar 87 Triliun. Sehingga perhitungan sementara defisit DJS sekitar 7 Triliun.

Karena model pembayaran ke Faskes, tutup lobang dan gali lobang baru, dan akumulasi defisit 3 tahun terakhir ini, maka kita semua sudah membaca dari berbagai media, pihak BPJS Kesehatan sudah menunggak pembayaran DJS (klaim Faskes), rata-rata 3 bulan dan sudah bergerak ke arah 4 bulan.

Bahkan saat ini sesuai dengan Perpres Nomor 111/2013, Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan, pada pasal 38:

(1) BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat: a. tanggal 15 (lima belas) setiap bulan berjalan bagi Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang menggunakan cara pembayaran praupaya berdasarkan kapitasi; dan b. 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap bagi Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan.

(2) BPJS Kesehatan wajib membayar ganti rugi kepada Fasilitas Kesehatan sebesar 1% (satu persen) dari jumlah yang harus dibayarkan untuk setiap 1 (satu) bulan keterlambatan.

Agar tidak menjadi persoalan hukum, maka telah dibuat kebijakan untuk membayarkan denda dan tunggakan tagihan klaim faskes, dengan menggunakan fasilitas kerjasama dengan perbankan.

Hal ini disampaikan pihak BPJS Kesehatan melalui Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan skema kerja sama dengan perbankan adalah anjak piutang dimana BPJS Kesehatan menyerahkan tagihan faskes yang telah diverifikasi kepada perbankan.

“Bank yang nanti memberikan pembayaran faskes terlebih dahulu setelahnya kami yang bayar kepada bank. Besarnya saya belum bisa sebutkan,” ujar M. Iqbal Anas Ma’ruf kepada pada media, Kamis (13/9/2018).

M. Iqbal menambahkan skema ini untuk menghindari denda yang harus dibayarkan BPJS Kesehatan jika terlambat membayar tagihan klaim. Dalam aturannya BPJS Kesehatan harus membayar denda sebesar 1% per bulan jika telat memenuhi kewajibannya kepada faskes.

“Bunga yang dibebankan bank kepada BPJS Kesehatan lebih rendah dari itu dan akan kami bayarkan dari pendapatan operasional perusahaan,” tambahnya.

Saat ini BPJS Kesehatan sudah menggandeng beberapa bank dan dua perusahaan pembiayaan untuk memberikan talangan. Diantaranya, CIMB Niaga, Bank Mualamat, Bank Syariah Mandiri, Bank Mandiri, BNI, KEB Hana, Bank Permata hingga Bank Jabar Banten.

Komitmen Pemerintah

Kebijakan BPJS Kesehatan melakukan terobosan kerjasama dengan pihak Bank untuk menalangi DJS yang jatuh tempo dan harus dibayarkan ke faskes, perlu diapresiasi. Sebab BPJS Kesehatan mungkin sudah merasakan jalan buntu dan lorong gelap yang panjang untuk mencapai dana bailout dari pemerintah.

Satu dua hari ini secercah harapan telah muncul dengan keluarnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 113/PMK.02/2018 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Cadangan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

Kembali pada persoalan pinjaman dana bank sebagai talangan, dengan bunga yang lebih rendah dari besarnya denda 1% perbulan, sumber dananya untuk membayar bunga denda ke bank adalah operasional perusahaan.

Dana operasional perusahaan adalah dana Badan (BPJS Kesehatan), yang peruntukannya keperluan operasional (belanja pegawai dan non pegawai), dan juga harus liquid.

Harus diperhitungkan betul penggunaan dana operasional ini, jika tidak hati-hati akan memberikan dampak terhadap kesulitan cash flow operasionalisasi manajemen BPJS Kesehatan. Imbasnya akan dapat mempengaruhi kinerja karyawan BPJS Kesehatan.

Dengan digunakannya dana operasional untuk bayar bunga DJS, pertanyaannya adalah dari mana sumber dana untuk mengganti dana Badan yang sudah terpakai.

Soal denda ini adalah kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam Perpres, sehingga diperlukan komitmen pemerintah untuk perhitungkan beban bunga tersebut dalam rencana bailout yang dilakukan.

Atau setidaknya dihitung lagi dari persentase DJS yang dialokasikan untuk dana operasional BPJS Kesehatan.

Jika tidak ada solusi dari kuat opsi diatas, maka bukan hanya DJS saja yang “bleeding”, tetapi juga dana Badan. Akibatnya semua kompenen Manajemen BPJS Kesehatan akan “meriang”.

Kita belum mengetahui kebijakan yang ditempuh pemerintah atau bangunan komitmen yang telah disepakati antara Menkeu dan BPJS Kesehatan terkait beban bunga DJS untuk faskes yang ditalangi dari dana operasional BPJS Kesehatan.

Semoga dengan akan dicairkannya dana talangan dari Pemerintah dalam waktu dekat ini, tentu juga dengan cepat dapat menutup bunga utang Bank. Sebab kurang elok di telinga kita, jika BPJS Kesehatan sampai berutang ke Bank, padahal itu kewajiban pemerintah.

Tentu lebih banyak uang pemerintah daripada Bank. Apalagi sampai menggunakan dana operasional BPJS Kesehatan yang merupakan sindiran “halus” pada Kementerian Keuangan.

Cibubur ,16 September 2018

CHASALI H. SITUMORANG

Pemerhati Isu-Isu Jaminan Sosial

RELATED ARTICLES

Most Popular