Friday, April 26, 2024
HomeGagasanBenarkah Dana Haji Disimpangkan?

Benarkah Dana Haji Disimpangkan?

Setiap kali masalah muncul berkaitan dengan ibadah haji, selalu muncul masalah yang terkait dengan pengelolaan dana umat. Media sosial heboh dengan tuduhan berulang, betapa Dana Haji sama sekali tidak aman.  Beragam cerita muncul. Sumpah serapah mengikuti.
Gatal juga untuk ikut nimbrung diskursus pembatalan haji dan dana haji. Singkat kata, ketika tidak ada pembatalan haji sepihak oleh pemerintah Arab Saudi, bisa jadi ceritanya tidak semurka ini. Betul, menjalankan ibadah haji sebagai rukun Islam sudah menjadi capaian luar biasa dalam hidup seorang Muslim. Orang-orang yang sudah menjalankan ibadah haji, mendapatkan posisi social yang baik, sejak zaman dahulu.
Murka bagaimana?
Ya, murka terhadap tuduhan yang ditujukan kepada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). BPKH memang apes. Tidak ikut mengambil keputusan, tidak ikut mengatur biaya haji, tidak terkait dengan alokasi sukuk, malah jadi sasaran tembak yang empuk.
Saya bukan ahli ekonomi ataupun seorang akuntan, apalagi pialang. Tetapi diskusi sudah menukik ke masalah teknis. Kebetulan, saya mengenal dengan baik Anggito Abimanyu, sebagaimana saya mengenal Rizal Ramli. Saya ikut-ikutan membuka laporan keuangan BPKH hasil audit BPKH 2018 dan 2019, dan tentu yang belum diaudit BPK seperti berceceran di media online.
Pertama, saya cari apakah ada kata-kata infrastruktur dalam investasi BPKH. Ternyata tidak ada. Yang ada hanya penempatan di Bank-Bank Syariah dan investasi sebagian besar di SBSN atau Sukuk Negara. Sejak awal, masalah inevstasi dalam bidang infrastruktur ini setahu saya adalah pernyataan dari Wakil Presiden Jusuf Kalla saat itu. Sekadar usulan, tetapi bukan kebijakan.
Pertanyaan terkait, apakah pembayaran pokok dan hasil dari Sukuk tercatat dalam laporan keuangan BPKH? Semuanya tercatat dengan seri Sukuk masing-masing. Detail.
Yang terkait lainnya, apakah ada alokasi penggunaan dana SUKUK oleh Pemerintah? Tidak ada tentu jawabannya karena itu domain dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), jadi bisa ditanyakan ke Kementerian Keuangan.
Kedua, saya cari apakah ada kata-kata utang BPKH ke hotel-hotel  di Arab Saudi? Ternyata tidak ada utang yang dipertanyakan. BPKH mentransfer dana BPIH ke Kementerian Agama (Kemenag) di tahun 2018 dan 2019 untuk keperluan Jamaah haji di Arab Saudi.
Ketiga, saya cari apakah BPKH mengalami kerugian? Ternyata juga tidak ada. Yang ada malah sebaliknya, BPKH mengalami surplus keuangan, dari 2018 hingga 2020.
Keempat, apakah ada kejelasan penempatan dana di perbankan? Sudah ada daftar 32 Bank Syariah yang ditempati dana jamaah. Kalau mau dilihat apakah dananya ada atau tidak, tentu tidak di brankas BPKH. Dana itu bisa langsung di-cek ke kantor Bank Syariah yang dimaksud.
Kelima, apakah BPKH hanya punya dana Rp 18 Miliar saja? Ternyata yang disinyalir adalah uang kas atau setara kas saja. Kalau dilihat terus ke bawah, terdapat laporan bahwa terdapat Rp 54 Triliun di bank.  Dana itu bisa ditarik sewaktu-waktu, jika dibutuhkan.
Sama seperti uang yang ada di saku atau di dompet kita, hanya beberapa ratus ribu saja dan sisanya ada tabungan atau deposito. Bahkan, mungkin hanya beberapa puluh ribu saja. Sisanya dalam bentuk OVO, atau dana-dana lain di aplikasi yang terhububg dengan kebutuhan keseharian. Apalagi dalam masa pandemi, semakin sulit menemukan dana cash dalam diri seseorang. Jika ada kebutuhan, baru dicairkan sewaktu-waktu. Menyimpan dana di dalam dompet berisiko hilang, atau konsumtif, yakni membelanjakan uang bukan untuk kebutuhan yang prioritas.
Kalau BPKH punya uang “nganggur”, bagaimana agar uangnya bisa dikembangkan? Beli properti? Beli Hotel? Beli Saham? Beli pabrik? Investasi infrastruktur? Pilihan-pilihan tersebut dalam masa kini berisiko, dibandingkan dengan Sukuk negara.
Jika belum jelas dan yakin dengan apa yang saya baca dari laporan keuangan BPKH itu, yuk kita ramai-ramai saja ke kantor BPKH. Kita bertanya langsung kepada komisioner yang ada di sana.
Atau bahkan kita bisa bertanya ke BPK, apakah Dana Haji aman? Kebetulan, saya mengenal sejumlah anggota BPK RI.
Saya sempat terpikir juga dengan istilah bagaimana Dana Haji aman, lha wong APBN saja tidak aman. Mungkin maksudnya APBN sebagai penjamin Dana Haji penuh masalah dan punya kewajiban membayar utang. Tetapi bukankan masalah APBN atau budget negara aman atau tidak juga dialami oleh negara-negara adi kuasa seperti Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara Eropa. Termasuk dana Arab Saudi sendiri. Dalam kasus pembunuhan terhadap seorang penulis yang lalu, ditengarai dana yang digunakan untuk membiayai kebutuhan pesawat dan lain-lain, berasal dari dana yang dikelola negara.  Mohon para ekonom bisa menjawab kerisauan saya.

 

 

INDRA J. PILIANG

Ketua Umum Perhimpunan Sang Gerilyawan Nusantara

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular