Friday, April 19, 2024
HomeGagasanBandit Politik Dalam Pusaran Kapitalisme Global

Bandit Politik Dalam Pusaran Kapitalisme Global

phpqj_MK1_FPM

Kunjungan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Setya Novanto beserta istri bertemu dengan Kaisar Jepang adalah salah satu contoh tentang upaya berbagai poros kapitalisme global membangun pengaruh memanfaatkan bandit-bandit politik yang rusak secara moral dan mental, rakus harta, haus jabatan, doyan disogok dan bangga jadi kacung kepentingan asing.

Kunjungan di luar kebiasaan yang disertai janji Setya Novanto selaku pimpinan legislatif untuk membeli alat utama sistem senjata (alustista) dari Jepang tersebut pasti atas inisiatif pemerintah Jepang sebagai upaya membangun dan mempertahankan pengaruhnya setelah Jepang kalah dari China dalam perebutan projek kereta cepat jarak pendek Jakarta-Bandung.

Jepang adalah salah satu negara industri maju yang bergabung dalam poros kapitalisme global Trans Pacific Patnership (TPP) bersama Amerika Serikat yang telah puluhan tahun menancapkan dominasinya di Indonesia dalam pasar manufaktur dan pasar infrastruktur serta eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA). Setelah gagal dalam perebutan pengaruh di lingkaran teras Istana Negara, Jepang berusaha membangun pengaruh melalui sejumlah bandit politik yang bergabung di dalam Koalisi Merah Putih (KMP) yang menguasai parlemen, terutama melalui Setya Novanto.

Sementara Cina yang bergabung di dalam poros BRICS (Brazil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan) adalah poros baru dari kapitalisme global yang telah berhasil menancapkan pengaruhnya melalui sejumlah bandit politik di lingkaran teras pemerintahan Jokowi-JK dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH), khususnya melalui Presiden Joko Widodo, Rini Soemarno, Surya Paloh, serta melalui sejumlah taipan dan saudagar pendukung pemerintahan Jokowi-JK.

Rusaknya sistem negara pasca amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang disertai oleh lemahnya kepemimpinan Presiden Joko Widodo telah menempatkan bangsa Indonesia bagaikan layangan di tengah badai perebutan pengaruh dari berbagai kepentingan asing untuk menguasai Indonesia.

Negara yang tak berdiri di atas landasan sistem yang kuat (UUD 1945) dan tidak dibangun di atas konsepsi (GBHN, Garis-garis Besar Haluan Negara) menyebabkan setiap kebijakan yang dibuat tidak berdasarkan landasan dan panduan yang baku, dan tragisnya kebijakan tersebut dibuat berdasarkan keinginan subjektif dari Presiden dan para Menterinya.

Akibatnya, para bandit politik leluasa beroperasi untuk berebut menjadi kacung kepentingan asing untuk mengubah kebijakan pemerintah agar menguntungkan kepentingan majikannya, seperti terungkap dalam rekaman percakapan Ketua DPR RI Setya Novanto meminta saham dan projek Freeport.

Situasi bangsa kita hari ini mengingatkan kita pada sejarah perebutan pengaruh antara berbagai bangsa penjajah untuk menyuap, memecah belah dan menguasai kerajaan-kerajaan di Nusantara yang kaya sumber daya alam. Sebagai contoh ketika bangsa Portugis datang dan bersekutu dengan Kerajaan Ternate (1512). Di saat yang sama bangsa Spanyol juga datang dan bersekutu dengan Kerajaan Tidore (1521).

Dengan berkuasanya kedua bangsa Eropa tersebut di Tidore dan Ternate, maka mulai terjadi pertikaian terus-menerus antar kedua kerajaan yang sebelumnya hidup berdampingan secara damai. Hal itu terjadi karena kedua bangsa Eropa itu sama-sama berambisi memonopoli hasil bumi dari kedua kerajaan tersebut. Politik suap dan divide et impera adalah cara efektif yang selalu digunakan dalam melemahkan sebuah bangsa agar mudah dikuasai dan diperintah.

Kata divide et impera tersebut adalah sebuah kata kerja, yang berarti, “pecah dan kuasai”. Kata se-sinonim juga ada di dalam kebiasaan orang-orang Inggris yang biasa mengatakan divide and rule, atau bisa diartikan, “pecah dan perintahlah”. Maksudnya, setelah terpecah menjadi kekuatan-kekuatan kecil, maka harus segera di kuasai dan diperintah karena telah lemah.

Menghadapi keadaan bangsa Indonesia yang bagaikan layangan di tengah badai tersebut, kita harus bekerja keras melahirkan Generasi Baru dengan Kekuatan Baru yang menjadikan Pancasila sebagai landasan untuk menyatukan dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari ancaman nyata dominasi berbagai poros kepentingan kapitalisme global yang memanfaatkan rusaknya moral elite politik tua yang saling sandera satu dengan yang lain. Generasi Baru inilah yang nantinya diharapkan mampu melakukan potong generasi menuju Indonesia masa depan lebih baik. Semoga.

HARIS RUSLY

Aktivis Petisi 28

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular