Saturday, April 20, 2024
HomeGagasanArsip Tak Utuh, Kedaulatan Rapuh

Arsip Tak Utuh, Kedaulatan Rapuh

(foto: historia.id)
(foto: historia.id)

Titik Geopolitik
Geopolitik meyakini bahwa akan tercipta interaksi antara ruang dengan manusia. Interaksi tersebut kemudian akan melahirkan kesadaran ruang. Kesadaran itu terkait dengan kepentingan keamanan dan kesejahteraan bagi manusia. Dalam konteks negara modern, konsep kesadaran ruang diwujudkan dengan adanya klaim kedaulatan. Merujuk pada teori geopolitik, geopolitik mengandung empat dasar utama yaitu (i) konsepsi ruang, (i) konsepsi frontier, (iii) konsepsi kekuatan politik, (iv) dan konsepsi keamanan bangsa.

Ruang merupakan inti dari geopolitik, sehingga senantiasa ada upaya untuk memperluas wilayah pengaruh tiap-tiap bangsa yang jauh melampaui wilayah kedaulatannya. Oleh karena itu, apabila terjadi kemunduran dalam konsepsi ruang, maka dapat mengakibatkan runtuhnya suatu bangsa dan negara. Ini dikenal sebagai “teori lebensraum”, ruang hidup. Pasca Perang Dingin (Cold War), perebutan ruang pengaruh memiliki bentuk baru, yaitu globalisasi. Dikaitkan dengan globalisasi, peran domain maritim sangat vital karena lebih dari 90% perdagangan dunia melintasi lautan. Tidak berlebihan bila Sam J. Tangredi menyatakan bahwa globalisasi dimulai dari laut. Karena sangat strategisnya laut, maka keamanan maritim kini menjadi salah satu isu keamanan secara global dan menjadi perhatian semua pihak yang berkepentingan, baik aktor negara maupun non-negara yang secara langsung atau tidak langsung terkait dengan keamanan maritim dalam distribusi produknya.

Geopolitik dan Konflik
Isu keamanan maritim dan keamanan energi mewarnai geopolitik kontemporer. Keamanan maritim dan keamanan energi bagaikan dua sisi dari koin yang sama di mana satu sama lainnya tidak bisa dipisahkan. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya negara yang menekankan isu keamanan maritim sebagai bagian dari kepentingan nasional, demikian pula dengan isu keamanan energi. Dua isu strategis ini mempengaruhi arah geopolitik global dari semula di kawasan Timur Tengah, bergeser ke kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik dengan Laut Cina Selatan sebagai ruang pertemuan geopolitik, geostrategi, dan geoekonomi yang baru.

Amerika Serikat mempunyai kepentingan geopolitik di kawasan Asia Tenggara. Sebagai pemain utama kawasan, Amerika Serikat tidak akan membiarkan munculnya kekuatan lain yang akan menyaingi hegemoninya dan kini kebangkitan Cina dipandang sebagai tantangan terhadapnya. Cina sebagai kekuatan baru di kawasan Asia Pasifik sangat berkepentingan untuk memproyeksikan kepentingannya ke kawasan Asia Tenggara. Kepentingan geopolitik negara itu adalah meluaskan pengaruhnya ke kawasan Asia Pasifik dan sekaligus mengendalikan jalur-jalur pendekat laut ke wilayahnya. Kepentingan Cina yang terkait dengan domain maritim itu pula yang membuat Cina bersikeras dalam klaimnya terhadap seluruh wilayah Laut Cina Selatan, termasuk Kepulauan Paracel dan Kepulauan Spratly. Sengketa pada domain maritim seperti di Laut Cina Selatan merupakan persinggungan antara keamanan maritim dan keamanan energi. Hal itu seringkali memunculkan sengketa dengan negara lain khususnya pada wilayah perairan yang batas-batas definitifnya baik laut teritorial, zona tambahan maupun zona ekonomi eksklusif (ZEE) belum disepakati bersama.

Contoh aktual atas dampak geopolitik Cina adalah klaim negara itu atas sebagian wilayah perairan Natuna ke dalam wilayahnya. Sengketa wilayah perbatasan negara merupakan hal yang harus mendapatkan perhatian serius bila tidak ingin pengalaman lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan terulang. Dalam menghadapi sengketa wilayah perbatasan, Pemerintah harus belajar dari pengalaman pahit ketika pada 12 Desember 2002, Mahkamah Internasional memenangkan gugatan Malaysia atas Pulau Sipadan dan Ligitan di wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Atas kemenangan itu, Malaysia berhak memiliki Pulau Sipadan dan Ligitan yang telah puluhan tahun menjadi bagian dari Indonesia. Kemenangan Malaysia atas gugatan kedua pulau itu tidak lepas dari dukungan kelengkapan dan ketersediaan arsip wilayah perbatasan negara yang dimiliki Malaysia.

Arsip: Bagian Dari Sistem Pertahanan Non Militer
Ruang merupakan inti dari geopolitik, sehingga senantiasa ada upaya untuk memperluas wilayah pengaruh tiap-tiap bangsa yang jauh melampaui wilayah kedaulatannya. Keamanan maritim (penguasaan jalur distribusi) dan keamanan energi (sumber daya alam) menjadi kompas penunjuk arah kemana arah geopolitik. Kepulauan Natuna yang sebagian wilayah perairannya di klaim oleh Cina, memiliki cadangan gas alam yang besar. Posisi kepulauan itu berada di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, sebuah jalur yang menghubungkan antara Laut Cina Selatan dengan Selat Malaka, Selat Sunda, dan Samudera Hindia. Posisi yang sangat strategis. Berangkat dari pemahaman ini, maka geopolitik Cina dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan sejatinya cepat atau lambat– akan mendekatkan Indonesia pada persoalan sengketa wilayah perbatasan negara. Terlebih Indonesia memiliki wilayah yang berbatasan dengan 10 negara tetangga. Bahkan berdasarkan PP Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan, Indonesia memiliki 92 pulau-pulau kecil terluar. Pulau-pulau kecil terluar itu berada dalam bayangan 15 pangkalan militer Amerika Serikat yang posisinya tersebar mengelilingi Indonesia.

Kedaulatan Indonesia atas suatu wilayah perbatasan negara harus didukung dengan data dan fakta riwayat wilayah perbatasan sebagai bagian dari sejarah Indonesia. Data dan fakta mengenai wilayah perbatasan negara yang dihasilkan lembaga negara dan pemerintah daerah yang terekam dalam berbagai bentuk dan media adalah arsip negara. Arsip negara yang berkaitan dengan wilayah perbatasan Indonesia dengan negara lain merupakan salah satu jenis arsip yang harus dijaga secara khusus karena memiliki nilai kebuktian yang autentik atas riwayat kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan, sosial-ekonomi, dan pemerintahan. Lembaga kearsipan nasional sebagai penyelenggara kearsipan, memiliki peran potensial dalam persoalan penanganan arsip wilayah perbatasan negara. Dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan, lembaga kearsipan memiliki kewenangan strategis untuk berperan aktif menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI dengan konsepsi arsip terjaga yang dilengkapi dengan sistem dan instrumen pengelolaannya. Arsip Terjaga adalah arsip negara yang berkaitan dengan keberadaan dan kelangsungan hidup bangsa dan negara yang harus dijaga keutuhan, keamanan, dan keselamatannya. Lembaga kearsipan harus mendorong pemerintah daerah yang wilayahnya berbatasan dengan negara lain dan lembaga negara terkait agar tertib arsip demi terjaminnya ketersediaan arsip wilayah perbatasan negara.

Pada akhirnya, arsip memiliki peran strategis dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI. Lebih jauh, pengelolaan dalam rangka ketersediaan arsip akan menjadi amunisi baru dalam sistem pertahanan non militer.

KSATRIA KELANA

Pegiat Komunitas Peduli Negara dan Aktivis TemanMHT

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular