Thursday, April 25, 2024
HomeEkonomikaTabrak UU Pangan, Pemerintah Dinilai Rugikan Petani

Tabrak UU Pangan, Pemerintah Dinilai Rugikan Petani

Ketua Umum APT2PHI, Dr. Rahman Sabon Nama bersama Mr. Nguyen Van Nhut, Presiden Direktur Phan Hoang Minh Nhat Group (salah satu industri beras terbesar di Vietnam).

 

JAKARTA – Ketua Umum Asosiasi Pedagang dan Tani Tanaman Pangan dan Holtikultura Indonesia (APT2PHI), Rahman Sabon Nama, menyoroti kebijakan Menteri Perdagangan (Mendag) yang mengeluarkan ijin impor 65.000 ton beras khusus spek 100% broken. Dia menilai kebijakan tersebut sebagai tindakan yang mengangkangi tata aturan dan bahkan perundangan.

“Itu kan jurus dan cara-cara ‘spanyol’ (separuh nyolong), cara selonong boy dan semau gue, tanpa mengindahkan tata aturan yang berlaku,” kata Rahman Sabon dari Ho Chi Mihn City, Vietnam yang dihubungi redaksi cakrawarta, Sabtu (2/3/2018).

Menurut Rahman Sabon, kebijakan kontroversial tersebut tertuang dalam Peraturan Mendag Nomor 1 Tahun 2018 tentang Peraturan Ekspor dan Impor Beras dengan menghilangkan rekomendasi dari kementerian terkait.

“Karenanya tak keliru jika APT2PHI menganggap bahwa impor 65.000 ton beras khusus itu ilegal alias separuh nyolong,” imbuhnya.

Rahman Sabon menilai ada indikasi terjadi penyelewengan yang diduga kuat merupakan kejahatan kolutif dibalik kebijakan Mendag itu.

“Permendag itu sebagai payung hukumnya, dan kuat dugaan disiasati dengan niat jahat agar melakukan impor beras khusus tanpa melibatkan kementerian terkait,” tegasnya.

Pria kelahiran Adonara, Nusa Tenggara Timur itu menegaskan bahwa impor beras khusus 100% broken itu sangat tidak waras, hanya akal bulus.

“Kan jenis beras itu sudah banyak diproduksi oleh penggilingan padi dalam negeri?” tandas Rahman Sabon Nama bernada heran.

Alumnus Lemhanas itu juga menilai bahwa Permendag itu menerabas dan mengangkagi Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

“Nah akibat Permendag itu, volume beras impor terus meningkat di tahun ini (2018), juga komoditi pangan lainnya, sehingga menghambat program Nawacita dalam rangka swasembada pangan nasional dan tentu akan merugikan petani dan industri beras dalam negeri,” kata Rahman Sabon .

Oleh karena itu, Ketua Umum APT2PHI itu sengaja mendatangi langsung negara pengekspor beras yaitu Thailand, Vietnam dan Kamboja untuk mengkroscek kenapa impor beras umum sekarang marak masuk ke pabean Indonesia bukannya jenis beras khusus Japonika rice atau Basmati rice.

Pria murah senyum itu juga menegaskan bahwa APT2PHI meminta agar Presiden Joko Widodo memerintahkan Mendag segera mencabut peraturan tak masuk akal tersebut.

“Saya pun berharap agar Presiden dapat memerintahkan Menteri Keuangan dan Dirjen Bea Cukai mencegah masuknya 65.000 ton beras khusus itu ke pabean Indonesia. Artinya di reekspor saja kembali ke negara asalnya,” kata Rahman.

Menurut anggota Dewan Pakar Himpunan Kelompok Tani Indonesia (HKTI) ini, pembiaran terhadap Permendag tersebut akan berdampak membanjirnya beras impor yang tak bisa dikontrol. Dampaknya lebih jauh dan substansial adalah ketidak percayaan rakyat terhadap pemerintah yang dianggap tidak melindungi petani dan industri beras dalam negeri.

Dalam catatan APT2PHI, ungkap Rahman, Mendag Enggartiasto Lukita telah mengeluarkan ijin impor beras kepada BUMN PT Sarinah, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) dan beberapa perusahaan swasta lainnya. Hasilnya, beribu ribu-ton beras yang diimpor tidak bisa dikontrol karena tidak melalui prosedur tata aturan sesuai undang undang.

“Ini sangat mengganggu dan mengancam harga dasar HPP gabah dan beras yang telah ditetapkan pemerintah,” sesal Rahman.

Menurutnya, ketika terjadi banjir beras impor, kemudian dicampur dengan beras produk dalam negeri, maka pemerintah akan sulit membedakan mana beras impor dan mana beras dalam negeri.

“Hal ini jelas akan berimbas negatif pada dana pengadaan beras pemerintah untuk Bulog. Artinya, bukannya dana beras digunakan Bulog untuk melindungi patani dalam negeri, tapi beralih sebagian untuk mensubsidi petani luar negeri, Vietnam, Thailand, dan India,” kata Rahman Sabon Nama.

Mengakhiri keterangannya, Rahman berkesimpulan bahwa DPR-RI perlu memanggil Mendag terkait kebijakan impor 65.000 ton beras khusus tersebut.

“Ombusdman dan KPK juga dapat mengusut dugaan ada siasat ‘jahat’ dalam kebijakan yang merugikan negara dan rakyat dengan penyalahgunaan wewenang dan jabatan untuk kepentingan pribadi, kroni dan kelompok,” tandasnya Rahman Sabon Nama.

(bm/bti)

RELATED ARTICLES

Most Popular