Thursday, April 25, 2024
HomeGagasanLiputan KhususRais Abin, dari Panglima Dunia, Calon Gubernur hingga Ketua Umum LVRI (7)

Rais Abin, dari Panglima Dunia, Calon Gubernur hingga Ketua Umum LVRI (7)

Rais Abin cakrawarta

Tulisan wartawan harian Kompas, Mustafa Abd Rahman dari Kairo (Mesir), pada Rabu (5/4/2017), halaman 10 di harian itu, yang berjudul “Hubungan Strategis AS-Mesir,” tentu menarik perhatian kita.

Di dalam tulisan itu dijelaskan, cerita tentang hubungan strategis Amerika Serikat (AS)-Mesir sejak tercapainya kesepakatan dalam Camp David tahun 1979 hingga saat ini adalah cerita hubungan dua negara yang ideal.

Ditambahkan, sejak kesepakatan Camp David itu, Mesir menerima bantuan AS terbesar kedua setelah Israel, yakni 2,1 miliar dollar AS per tahun, kemudian terakhir menjadi 1,3 miliar per tahun.

Disebutkan pula, hubungan strategis AS-Mesir, hanya terganggu pada era Presiden Barack Obama, persisnya ketika pemerintahan Presiden Muhammad Mursi digulingkan oleh Menteri Pertahanan Abdel Fatah el-Sisi yang kini menjadi Presiden Mesir pada 3 Juli 2013.

Pada tahun 2015, hubungan AS-Mesir berangsur pulih ketika Obama mengizinkan pengiriman helikopter tempur Apache ke Mesir.

Memberantas teroris di Gurun Sinai Utara, merupalan pembicaraan penting antara Presiden Mesir itu dengan Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih, Washington DC. Pertemuan Trump dan Sisi cukup lama, yaitu sekitar 2,5 jam.

Berbicara tentang Camp David, sudah tentu mengingatkan dunia atas peran putera bangsa Indonesia, yang pada waktu menjadi Panglima UNEF (United Nations Emergency Force) II atau Pasukan Perdamaian PBB di Timur Tengah, Mayor Jenderal TNI Rais Abin (sekarang Letnan Jenderal TNI/Purn).

Rais Abin adalah sosok yang melaporkan situasi di lapangan waktu itu kepada Sekjen PBB Dr Kurt Waldheim bahwa kedua belah pihak sudah setuju (Mesir-Israel) berdialog di meja perundingan. Atas laporan Rais Abin sebagai panglima, Sekjen PBB menindaklanjutinya dan AS mensponsori perundingan damai dua negara bersengketa itu di Camp David, sebuah tempat peristirahatan Presiden AS, pegunungan yang sedikit jauh dari kota.

Pertemuan di Camp David ini tidak mungkin terjadi, seandainya Rais Abin melaporkan kepada Sekjen PBB bahwa Mesir dan Israel sulit mencapai kesepakatan. Itulah sebabnya ketika Rais Abin menerima surat kawat dari Sekjen PBB yang mengangkat dirinya sebagai Panglima UNEF II, muncul pertanyaan berat dari dalam dirinya. Apakah Israel akan mau diajak berunding dengan Mesir.

“Mana mungkin kami dapat melakukan tugas dengan baik, kalau tidak boleh masuk ke daerah-daerah pendudukan. Saya berharap, agar faktor hubungan antara negara disisihkan dulu. Saya misalnya, sekarang adalah orang PBB, tetapi bisa ditimpuki kalau saya boleh bergerak bebas,” ujar Rais Abin kala itu.

Meski Sekjen PBB mengatakan, “tidak perlu lagi ke Israel,” karena sudah cukup Sekjen PBB yang bicara, buat Rais Abin, hal ini menjadi halangannya untuk yakin bahwa Israel mau diajak berunding dengan Mesir. Oleh karena itu, Rais Abin tetap ingin ke Jerussalem.

Berkat bantuan Letjen Ensio PH Siilasvuo, Rais Abin pun melangkahkan kaki sebagai perwira PBB pertama ke Jerussalem untuk bertemu Menteri Pertahanan (Menhan) Israel kala itu, Shimon Peres.

Awalnya Siilasvuo, juga menyarankan persis sama dengan saran Sekjen PBB Kurt Waldheim, “untuk apa pergi ke Jerussalem, kan, Rais Abin sudah diangkat menjadi Panglima UNEF II?”

Rais Abin dikenal sebagai sosok berpendirian keras. Jika mau menyelesaikan masalah, ia tidak mau hanya menerima peran saja, tetapi harus menyelam ke dasar masalah. Dalam melaksanakan tugas, harus tuntas sebagai sebuah pertanggungjawaban kepada dunia yang menginginkan perdamaian di muka bumi ini.

Akhirnya dengan didampingi Siilasvuo yang juga menyataan kesediaan mendampingi Rais Abin bertemu Menhan Israel Shimon Peres.

Shimon Peres mengatakan, “Terus terang saja, merupakan suatu preseden yang unik bahwa kami menyetujui Panglima Pasukan PBB dari negara yang tidak mengakui Israel. Dari kami tidak ada keberatan, tetapi masih ada masalah politis,” itulah kalimat pertama yang keluar dari Shimon Peres ketika bertemu dengan Rais Abin.

Rais Abin menjawab: “Untuk itulah saya datang. Jika seandainya ada masalah politik dan menganggu dukungan Israel melalui penugasan saya, SAYA MAU MUNDUR,” tegas Rais Abin. Ucapan Rais Abin ini benar. Untuk apa diangkat menjadi panglima, jika proses di lapangan diganggu dan sulit diakui karena memang Indonesia-Israel tidak memiliki hubungan diplomatik sejak pemerintahan Presiden Soekarno demi memperjuangkan hak yang sama dengan Israel tentang kemerdekaan bangsa Palestina.

Tetapi kemudian, ucapan Menhan Israel Shimon Peres mengendur. “Tidak, kami sudah pelajari riwayat hidup Anda, tugas Anda selama satu tahun ini sebagai Kepala Staf Pasukan Perdamaian dan Pejabat Sementara Panglima Pasukan Perdamaian PBB. Angkatan Bersenjata Israel sangat bersimpati atas pengangkatan Anda,” ujar Shimon Peres lagi.

Rais Abin sudah tentu lega dan puas dengan pernyataan Menhan Israel ini. Sebagai panglima, ia bebas mencari berbagai informasi. Selanjutnya hasil pertemuan ini dilaporkan kepada Sekjen PBB.

“Apa yang saya inginkan berhasil. Baret biru yang saya pakai, bukan mewakili Indonesia, tetapi mewakili dunia. Itulah sebabnya mengapa surat kawat Sekjen PBB datang ke markas UNEF II saya di Ismailia, bukan ke Istana Negara, karena sejak saya diangkat menjadi Panglima Pasukan Perdamaian PBB, saya mengabdi kepada dunia dan sementara melepaskan loyalitas nasional, tetapi tetap punya kaitan dengan bangsa dan negara dalam hal mengangkat harkat dan martabat bangsa di dunia internasional, ” ujar Rais Abin.

Masyarakat dunia sudah tentu mengikuti perkembangan ini. Rais Abin memang menganggap keberhasilannya bertemu Menhan Israel, sebagai keberhasilan berdiplomasi. Sudah tentu hal ini menjadi bahan pembicaraan masyarakat dunia. Kenapa Indonesia yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, bisa berkomunikasi dengan baik dengan Menhan Israel?

Tidak berbeda dengan opini dunia, di Jakarta juga heran dan bertanya-tanya, kok bisa?

“Ya, sejak inilah saya mengatakan bahwa diri saya adalah juga seorang diplomat, karena tidak mungkin tanpa melakukan tugas-tugas sebagai diplomat, saya bisa melakukan tugas-tugas tersebut. Tugas utama saya melakukan pendekatan yang efektif, baik dengan negara-negara yang sedang bertikai, Mesir dan Israel, maupun negara-negara yang pasukannya yang berada di bawah pimpinan saya,” ujar Rais Abin

(bersambung)

DASMAN DJAMALUDDIN

Jurnalis, Sejarawan dan Penulis Senior saat ini tinggal di Depok

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular