Friday, April 19, 2024
HomeInternasionalPengamat: China Memang Sahabat Tapi Kedaulatan RI Yang Utama

Pengamat: China Memang Sahabat Tapi Kedaulatan RI Yang Utama

Menteri Luar Negeri RI, Retno L.P Marsudi
Menteri Luar Negeri RI, Retno L.P Marsudi

JAKARTA – Pengamat politik Rahman Sabon Nama menyatakan ada beberapa hal yang mesti diperhatikan oleh Pemerintah Indonesia khususnya Menteri Luar Negeri (Menlu) sehubungan dengan adanya rencananya perundingan antara Indonesia dengan pemerintah China hari ini, Rabu (27/4/2016). Hal ini menjadi penting karena berkaitan dengan “insiden” penangkapan kapal ikan China oleh kapal Kementerian Kelautan dan Perikanan bulan lalu (19/3/2016).

Rahman menambahkan, pada saat Presiden Joko Widodo selesai menerima delegasi Partai Komunis China (PKC), Pramono Anung selaku Menteri Sekretaris Kabinet (Menseskab) dalam keterangan persnya menyebutkan konflik yang terjadi antara Indonesia dan China di Laut China Selatan (LCS) telah selesai. Dalihnya Pemerintah bahwa “insiden” yang dinilai sebagai pelanggaran batas negara hanya sebuah kesalahpahaman.

Terkait pernyataan resmi pers Pemerintah tersebut banyak pihak yang menanyakan posisi Indonesia terkait LCS. Rahman Sabon Nama menilai pernyataan itu cukup membingungkan sehingga berpotensi menjadi kontroversial terutama “masalah selesai” dan “terjadi kesalahpahaman”. Karenanya, pria asal NTT ini menyarankan agar Menlu melakukan klarifikasi walaupun Pemerintah tetap menjaga hubungan baik dengan China, namun tetap menekankan agar pihak China harus mengakui kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia sesuai UNCLOS-82, dan tidak mengulangi pelanggaran yang sama.

“Sebagai bekal perundingan, kesamaan pandangan perlu dibangun dan perlu digarisbawahi karena pada tahun 2016, sejumlah pertemuan bilateral antara RI dan China dari berbagai Kementerian/Lembaga sudah pernah dilakukan. Jadi semua K/L harus memiliki persamaan persepsi soal isu LCS ini,” ujar Rahman kepada redaksi cakrawarta.com, Rabu (27/4/2016).

Kemudian, berkaitan dengan pernyataan Menseskab, Rahman menyarakan agar tim perunding dapat melakukan klarifikasi soal isu ink dalam perundingan karena jika tidak akan dapat merugikan posisi Indonesia.

“Menlu dapat menyampaikan pada dasarnya Indonesia tidak pernah menyebutkan telah tumpang tindih dengan China, karena apabila disampaikan hal tersebut sama halnya Indonesia telah mengakui adanya Claim Nine Dashed Lines, karena setelah insiden, Pemerintah/ Menlu sudah benar telah melayangkan Nota Diplomatik berisi protes kepada Pemerintah China,” imbuh Rahman.

Ketika Menlu China mengadakan pertemuan dengan Duta Besar (Dubes) RI di Beijing, menurut info Pemerintah China menyampaikan tidak akan menjawab Nota Diplomatik secara tertulis. Bahkan China meminta agar permasalahan ini tidak dibesar-besarkan, dan menghindari benturan dari publik melalui media. “Saya sangat menyesalkan soal sikap China tersebut,” tegasnya.

China menyatakan mereka mengakui kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia di Laut Natuna, dan tidak ingin melibatkan Indonesia dalam krisis LCS, namun dengan alasan traditional fishing ground, China selalu memprovokasi dan berkali-kali dengan sengaja melakukan pelanggaran yang sama.

“Ini cukup menyedihkan mengingat Nota Diplomatik yang dikirimkan Menlu menekankan kedaulatan wilayah Indonesia sesuai dengan UNCLOS-82 dan prinsip Hukum Internasional. Apalagi sampai saat ini, China masih memasukkan wilayah Natuna sebagai bagian kedaulatannya pada paspor warga negara mereka. Kita bisa saja bersahabat baik dengan China tapi kedaulatan RI tetap paling utama” kata Rahman dengan nada meyakinkan dan tegas.

Bagi Rahman, berbagai sikap tersebut perlu disampaikan dalam perundingan sehingga akan menyokong aktivitas pengamanan oleh TNI dan Menteri Pertahanan di wilayah Natuna yang kini tengah dilakukan.

(bm/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular