Wednesday, April 24, 2024
HomeHukumPenasehat Hukum Ahok Nilai MUI Lakukan Standar Ganda

Penasehat Hukum Ahok Nilai MUI Lakukan Standar Ganda

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.(foto: istimewa)
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.(foto: istimewa)

JAKARTA – Tim Advokasi Bhinneka Tunggal Ika menilai Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah melakukan standar ganda terkait tabayyun terhadap Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab disapa Ahok dan diduga melakukan penistaan agama dan Bendahara MUI Fahmi Darmawansyah yang terjerat operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK.

Trimoelja D. Soerjadi, Ketua Tim Advokasi Bhinneka Tunggal Ika Basuki Tjahaja Purnama mengatakan MUI sudah melakukan standar ganda dan Jaksa Penuntut Umum tidak jeli melihat pendapat dan sikap MUI yang tidak melakukan klarifikasi langsung (tabayyun) terhadap Ahok. Padahal menurut Trimoelja, tabayyun merupakan salah satu prosedur yang harus dilakukan sesuai ajaran dalam agama Islam.

“Sementara MUI akan lakukan tabayyun terhadap Bendahara MUI Fahmi Darmawansyah yang diduga terkait kasus suap pengadaan oleh KPK baru-baru ini. Artinya MUI kedepankan praduga tak bersalah, yang sudah jelas-jelas tertangkap tangan oleh KPK,” tegas Trimoelja di Rumah Lembang, Jakarta.

Dia menjelaskan, sebagaimana disampaikan Waketum MUI Zainut Tauhid di detik.com pada Jumat (23/12/2016) terkait dengan kasus suap pengadaan yang menjerat Fahmi, MUI akan melakukan klarifikasi langsung ke yang bersangkutan terlebih dahulu. MUI mengedepankan praduga tak bersalah.

Trimoelja menjelaskan proses hukum Ahok ini berjalan begitu cepat, dan ini sudah menabrak ketentuan Hak Azasi Manusia (HAM) dan dilanggarnya rambu-rambu KUHP.

“Saya sudah 50 tahun jadi pengacara, belum pernah mengalami kasus seperti ini. Saat P21 dikeluarkan tanggal 30 November, dan kurang dari 24 jam, pada 1 Desember sudah ada surat panggilan. Normalnya 3 hari,” paparnya.

Publik harus tahu, kata Trimoelja, karena ini ada tekanan massa yang luar biasa, aparat hukum dan polisi kalah.

“Masa negara harus kalah sama tekanan massa tertentu,” tegasnya.

Trimoelja menambahkan, dia dan tim kuasa lainnya menemukan adanya kejanggalan dimana hakim dinilai tidak mempertinbangkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK0) Nomor 84 Tahun 2012 bahwa pasal 156a tidak bisa dijerat tanpa terdakwa dapat peringatan keras, dan itu diabaikan tanpa argumentasi.

Oleh karena itu, tambahnya, Tim Advokasi Bhinneka Tunggal Ika Ahok menempuh upaya hukum yakni banding.

“Putusan ini mengecewakan, tanpa mengurangi rasa hormat kami kepada Majelis Hakim. Karena ini sangat prinsipil dan tidak disinggung sama sekali putusan MK tersebut,” ujar Trimoelja.

Sementara itu, anggota tim lainnya, Humprey R. Djemat menyatakan bahwa telah terjadi kriminalisasi terhadap sosok Ahok.

“Ahok sudah didzolimin, menjadi tersangka, terdakwa, dan ini seperti bola panas. Ahok sudah dikriminalisasi. Ini telah terjadi peradilan oleh massa dan melanggar HAM,” ungkap Humphrey R. Djemat.

Namun, Humphrey masih meyakini bahwa hakim memiliki hati nurani, karakter dan mandiri dalam mengambil keputusan. Karenanya Tim Penasehat Hukum Ahok akan maksimal dalam membela kliennya tersebut.

“Pengadilan adalah tempat untuk mencari keadilan. Putusan sela kemarin bukan materi yang dinilai oleh hakim. Ini belum final. Pemeriksaan saksi-saksi itu pertempuran yang sesungguhnya. Kami akan all out memenangkan Ahok,” pungkas Humprey.

(bm/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular