Friday, April 19, 2024
HomeEkonomikaPemerintah Diminta Jelaskan Pungutan Dana Energi

Pemerintah Diminta Jelaskan Pungutan Dana Energi

Harga-BBM-Bakal-Turun-Presiden-Jokowi-Tetap-Kena-Kritik-640x480 (1)

JAKARTA – Pemerintah telah mengumumkan penurunan harga BBMaya MIneral (ESDM), Sudirman Said di Istana Negara, Rabu (23/12). Meski terjadi penurunan harga, ada yang menarik yakni adanya pungutan dana energi oleh pemerintah sebesar Rp 200/liter.

Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahaean menilai hal tersebut merupakan bentuk ketidakadilan pemerintah kepada masyarakat karena dilalukan ditengah lemahnya daya beli masyarakat. Menurut Ferdinand, semestinya penurunan harga lebih serius agar lebih mendorong daya beli masyarakat dan tidak mengadakan pungutan seperti yang diumumkan.

“Mengapa pemerintah kita katakan tidak adil? Karena ketika harga minyak mentah tinggi, pemerintah justru tidak memungut dana energi dari para kontraktor kerja sama di sektor migas termasuk pemerintah tidak menyisihkan bagian hasilnya dari harga minyak mentah sebagai dana energi. Kenapa sekarang ketika harga minyak rendah malah publik yang dibebankan dengan dana energi?” ujar Ferdinand kepada tim cakrawarta di Jakarta, Kamis (24/12).

Ferdinand menambahkan, meskipun dasar hukum pungutan dana energi ada yakni UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi tetapi dirinya menilai momentumnya tidak tepat. Pungutan baru tersebut dinilai justru lebih besar dari jumlah penurunan harga BBM. Premium contohnya yang turun sebesar Rp 150/liter sementara pemerintah dapat Rp 200/liter diluar keuntungan yang didapat Pertamina dari harga keekonomian. “Ini namanya tidak berkeadilan sosial antara pemerintah dengan rakyatnya,” imbuhnya.

Selain itu, pihak EWI mempertanyakan mekanisme penampungan dana. Pemerintah wajib menjelaskan pada publik dana disimpan di rekening mana dan bagaimana peruntukannya.

“Dana ini juga disebut sebagai dana stabilisasi jika minyak naik. Apakah BBM tidak akan naik jika terjadi kenaikan harga minyak dunia hinga batasan kenaikan Rp 200/liter BBM? Jika dana stabilisasi, dasar hukumnya apa? Ini juga belum jelas,” paparnya.

EWI mendesak pemerintah harus menjelaskan alokasinya antara mana yang untuk dana energi dan mana dana stabilisasi harga BBM. Bagi Ferdinand, EWI khawatir muncul ketidakjelasan dimana pembangunan energi baru tidak ada sama sekali karena alasan dana dipakai untuk stsbilisasi atau sebaliknya stabilisasi tidak jalan dengan alasan dananya habis untuk energi baru. “Intinya harus clear dan tidak boleh di zona abu-abu karena rentan penyimpangan,” tegasnya.

Oleh karenanya, EWI meminta Pemerintah mengumumkan berapa total dana yang diterima dari pungutan ini selambat-lambatnya setiap 3 bulan bersamaan dengan periode evaluasi harga BBM. Hal itu perlu dilakukan agar publik mengetahui nilai yang telah diberikan publik untuk mensubsidi pemerintah.

“Kami sarankan agar dana energi tersebut diserahkan pada investasi langsung dan dikelola Pertamina untuk pembangunan SPBG dan geothermal atau panas bumi,” pungkasnya.

(bm/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular