Wednesday, April 24, 2024
HomeGagasanLincoln, Seward dan Vampir

Lincoln, Seward dan Vampir

 

Maaf, saya tidak ingin menulis panjang. Sejak hari pelantikan Jokowi-Ma’ruf Amin, saya begitu sibuk. Sampai hari ini. Walau, tentu saya tetap membaca.

Dan sejumlah berita bertajuk William Seward (bukan Seword, please!) melintas. Sahabat saya, Fadli Zon, sebagai pencerita. Saya belum sempat bertanya kepada Fadli. Terakhir bertemu, sebulan sebelum pelantikan anggota DPR RI periode 2019-2024. Fadli mau ajak sejumlah kawan berdiskusi, sambil minum kopi dan gorengan, di perpustakaan pribadinya. Undangan itu belum datang sampai hari ini.

Seward disebut sebagai lawan yang dihadapi oleh Abraham Lincoln (12 Februari 1809-15 April 1865) dalam pemilihan presiden Amerika Serikat. Lalu, setelah itu, diangkat sebagai United States Secretary of State alias Menteri Luar Negeri USA. Kebetulan, sejak SMP, saya begitu tertarik dengan kisah-kisah sejarah. Dua orang gurunya adalah perempuan. Guru sejarah hanya bukan tugas pokok mereka. Keduanya pemegang ijazah sebagai guru ilmu matematika.

Sampai saya lulus sebagai seorang sejarawan. Dengan seabrek keterlibatan dalam organisasi mahasiswa ilmu sejarah, baik di Universitas Indonesia (UI), ataupun nasional. Saya adalah Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pertama Ikatan Himpunan Mahasiswa Sejarah se-Indonesia (IKAHIMSI) periode 1995-1997. Alias, saya adalah pendiri. Tentu, saya pembaca yang lumayan lahap tentang sejarah bangsa-bangsa lain di dunia.

Kehadiran nama Seward langsung menyedot impuls pikiran saya. Seolah, terdapat tangan-tangan yang terus menerus membuka setiap arsip kata atau kalimat atau cerita dibalik tengkorak kepala saya. Tapi, saya kecewa, sama sekali tak berhasil menemukannya. Saya hanya ingat Hillary Clinton yang ditunjuk Barack Obama sebagai Secretary of State, sambil langsung menulis dalam akun twitter saya. Hillary adalah bakal calon yang dikalahkan Obama dalam Konvensi Nasional Partai Demokrat.

Tapi, itupun, setahu saya, bukan demi persatuan Amerika atau slogan-slogan ultra nasionalis lainnya. Obama yang lebih lembut, berperilaku sebagai keturunan orang Afrika yang terbiasa dengan sate, bakso, dan makanan khas lidah-lidah Melayu Nusantara.

Hillary? Ternyata masih menyimpan sisi sebagai perempuan penakluk belantara benua Amerika, kala kaum Indian adalah pribuminya. Watak yang menunggu waktu untuk bertabrakan, lalu memercikkan api, dengan hanya satu matahari.

Dan, bukan hanya itu. Ada kisah yang belum selesai. Obama sudah hampir kehabisan uang guna menutupi pembiayaan sekitar 2 Juta orang relawan yang bekerja siang-malam, baik via media sosial, ataupun door to door ketok-ketok pintu. Sekitar 20 % dari relawan itu adalah mahasiswa-mahasiswa kampus-kampus terbaik di USA dan dunia. Mereka yang langsung membuat jarak dengan konstituen yang dijadikan sebagai ikon Obama, yakni pemukiman layak bagi kelompok marginal berkulit bukan seperti Hillary.

Hillary? Ia masih menyimpan jutaan US Dollar, karena telanjur kalah, sebelum putaran yang sebenarnya berlangsung dalam kampanye menghadapi kandidat dari Partai Republik. Hillary berbaik hati dengan cara ‘meminjamkan’ uang jutaan dollar itu bagi kepentingan kampanye Obama. Pinjaman dari seorang pengacara terkenal, kepada pengacara yang juga sedang naik keterkenalannya.

Tentu, saya membaca otobiografi Obama. Tapi saya tidak mencari halaman yang berkaitan dengan hutang kampanye itu. Saya lebih tertarik menelusuri bagaimana kisah Obama pertama terjun ke dunia politik. Obama yang memasuki satu gereja, lalu mendengar penceramah di dalamnya memuji salah seorang yang juga sedang menjadi pesaing Obama di distrik pemilihannya.

Saya juga ingat nama John Kerry, Secretary of State yang menggantikan Hillary. Kerry adalah calon presiden Amerika Serikat yang dikalahkan oleh George Bush Jr.

Apa boleh buat. Call a friend tidak mungkin. Juga tidak tersedia pilihan 50:50, yakni menghilangkan satu jawaban salah, sebagaimana sering dilakukan Tantowi Yahya di masa “hegemoni”-nya sebagai presenter terbaik.

Ya, terima kasih untuk Silicon Valley yang masih sangat sedikit sekali diceburi anak-anak Indonesia. Kalah jauh dibandingkan dengan anak-anak India, atau bisa jadi Malaysia dan Vietnam. Pilihan yang tersedia dalam genggaman tangan: berselancar di internet.

Begini hasil yang saya dapat. Singkat saja.

Siapa William Seward (16 Mei 1801 – 10 Oktober 1872)? Seward adalah lawan yang dikalahkan Lincoln dalam Konvensi Capres Partai Republik yang berlangsung dramatis. Ronde 1: Seward unggul 173 ½ suara versus 102 suara untuk Lincoln. Ronde 2: Seward unggul 184 ½ suara dibanding Lincoln yang meraih 181 suara. Ronde 3: Lincoln unggul 231 ½ suara dibanding Seward yang meraih 180 suara.

Hanya saja, syarat minimal 233 suara gagal diraih. Lincoln dinyatakan lolos setelah 4 suara dari Ohio yang semula memilih Chase, beralih ke Lincoln. Padahal, jika saja Seward adalah alumni ilmu hukum di kampus-kampus kelas dunia di negaranya itu – tentu tidak mungkin, akibat perang saudara yang berkepanjangan pada masanya –, mereka berdua sama-sama tidak memenuhi syarat alias diskualifikasi pada ronde terakhir. Untuk mencapai 233 suara minimal, Lincoln kekurangan 1 ½ suara lagi.

Sejarah mencatat, Lincoln menjadi pemenang Presiden Amerika Serikat ke-16. Sekaligus, Presiden Pertama yang berasal dari Partai Republik. Mirip dengan hasil Pilpres 2019 yang pertama bagi Partai Golkar.

Apa setelah kalah, Seward lantas menghilang sebagaimana sejumlah kandidat yang tak meraih tiket pencalonan dalam Pilpres 2019 lalu? Tidak. Angka yang menjadi persaingan adalah angka yang ketat. Kemenangan ‘psikologis’ dalam dua babak yang didapat Seward, berbanding satu babak penentuan yang didapat Lincoln. Sumbingnya jumlah minimal suara yang wajib dipenuhi Lincoln supaya dinyatakan sebagai pemenang mutlak, tentu berdampak elektoral kepada Lincoln.

Seward, pun Hillary bagi Obama, tampil berkeliling tak kenal lelah guna memenangkan Lincoln dalam masa kampanye Pilpres. Seward meyakinkan pemilih-pemilihnya di dalam Partai Republik guna menyatukan kekuatan, demi kepentingan yang lebih besar, ketimbang bertahan dengan loyalitas buta kepada dirinya. Suara-suara yang ingin golput, dengan tak memberikan suara kepada Lincoln, dihadapi dengan seorang ksatria pilih tanding oleh Seward.

Orang yang dihantam dengan keras bagai musuh besar bangsa Amerika selama debat-debat dan kampanye terbuka putaran Konvensi Nasional Partai Republik yang bernama Lincoln itu, dinarasikan oleh Seward sebagai sahabat yang sangat kental dan dekat dalam masa-masa perang saudara. Sebagai sahabat, dan tentu paling mengenal jenis pistol yang dipakai Lincoln, pujian dan keyakinan tertinggipun diberikan Seward. Lincoln-lah yang bisa menjadi pemersatu bangsa Amerika, termasuk bagi orang-orang yang masih status sebagai budak kulit hitam di bagian Selatan.

Bangsa Amerika percaya. Lincoln yang bisa saja tenggelam akibat cacat syarat itu, dipilih oleh bangsa Amerika yang sudah kelelahan dalam perang. Atas semua jerih payahnya, atau bisa jadi sebagai ajang pembuktian yang paling valid, bahwa mereka memang bersahabat: Lincoln tak ingin beranjak seincipun dari samping Seward. Perhatian Lincoln begitu detil kepada Seward, bahkan langsung bertanya kepada sekretaris pribadi Seward setiap saat.

Lincoln menunjuk Seward sebagai Menteri Luar Negeri Amerika Serikat. Citra dua sahabat sejati itu berbuah manis, Lincoln terpilih lagi untuk periode kedua. Jabatan sebagai Secretary of State tidak bergeser dari Seward.

Hingga, peristiwa tragis itu datang. Lincoln tewas pada tanggal 15 April 1865. Dari penelusuran dokumen dan investigasi terhadap pembunuhnya, ternyata bukan Lincoln sorangan wae yang menjadi target. Si penembak seperti punya misi: membunuh dua orang yang sebetulnya satu kesatuan, pada saat yang bersamaan. Pada saat Lincoln ditembak tanggal 14 April 1865, Seward dipastikan ikut hadir di area Teater Ford.

Tuhan berkehendak lain. Seward selamat. Ia terbaring sakit, sudah lebih seminggu. Dalam perjalanan naik kereta api tanggal 5 April 1865, terjadi kecelakaan. Seward terlempar. Rahangnya patah. Sosok yang begitu ksatria itu, bukan saja terlihat sering bersalaman dengan Lincoln dalam masa-masa pengabdian mereka. Lebih dari itu, keduanya mampu membuat warga kulit putih memerdekan kulit hitam. Mereka bersalaman, berpelukan, dalam jumlah yang tidak lagi dua orang saja.

Dan, tentu saya tidak tahu, apa akibat kehebatannya, atau justru menutupi kisah cacat forensik jumlah suara minimal dalam konvensi: Lincoln lantas menjadi pemburu vampir? Entah…

Ah, ternyata panjang juga.

 

JAKARTA, 22 Oktober 2019

 

INDRA J PILIANG

Ketua Umum Sang Gerilyawan Nusantara yang langsung membubarkan relawan pemenangan Jokowi-Ma’ruf sejak hasil quick count diumumkan

RELATED ARTICLES

Most Popular