Friday, April 19, 2024
HomeGagasanLiputan KhususLafran Pane di dalam Kenangan Seorang Aktivis HMI

Lafran Pane di dalam Kenangan Seorang Aktivis HMI

Setiap tanggal 25 Januari, para aktifis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) seluruh Indonesia sudah tentu menundukan kepala dan berdoa agar Prof. Drs. Lafran Pane yang meninggal dunia pada 25 Januari 1991 diampuni dosa-dosanya.

Lafran Pane dikenal sebagai salah seorang pendiri HMI yang lahir di Padang Sidempuan, 5 Februari 1922  dan meninggal pada 25 Januari 1991 pada umur 68 tahun.

Lafran Pane adalah salah seorang pendiri HMI, sebuah organisasi mahasiswa yang didirikan di Yogyakarta pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H bertepatan dengan tanggal 5 Februari 1947. Atas prakarsa Lafran Pane beserta 14 orang mahasiswa Sekolah Tinggi Islam (sekarang Universitas Islam Indonesia), HMI berdiri.

Selain Lafran Pane, ada beberapa nama lain yang disebut sebagai pendiri HMI, antara lain: Kartono Zarkasy (Ambarawa), Dahlan Husein (Palembang), Siti Zainah (Palembang), Maisaroh Hilal (cucu pendiri Muhammadiyah KH.Ahmad Dahlan, Singapura), Soewali (Jember), Yusdi Gozali (Semarang, juga pendiri PII), M. Anwar (Malang), Hasan Basri (Surakarta), Marwan (Bengkulu), Tayeb Razak (Jakarta), Toha Mashudi (Malang), Bidron Hadi (Kauman-Yogyakarta), Sulkarnaen (Bengkulu), dan Mansyur.Sejauh ini, memang Lafran Pane menolak untuk dikatakan sebagai satu-satunya pendiri HMI.

Lafran Pane juga sudah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada hari Jumat, 10 November 2017 dan sudah tentu seluruh keluarga besar HMI pun waktu itu mengucapkan syukur dan berterimakasih kepada negara yang meng-anugerahkan gelar Pahlawan Nasional tersebut.

Sosok Lafran Pane, Pahlawan Nasional yang telah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo, ternyata dikenal sangat sederhana. Ia mengabdikan diri sebagai dosen di beberapa kampus di Yogyakarta.

Kenapa HMI berdiri? Tujuannya waktu itu adalah untuk mempertahankan Negara Republik Indonesia pasca kemerdekaan.

Ketika saya mendengar Lafran Pane dianugerahi sebagai Pahlawan Nasional, ada sebuah buku berjudul: “Perpecahan HMI,” yang ditulis Ali Asghar dan Aridho Pamungkas. Buku setebal 164 halaman ini bercerita tentang perpecahan HMI yang dimulai di masa pemerintahan Presiden Soeharto dengan diterapkannya kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK).

HMI terpecah menjadi dua. Pertama, pihak yang tetap mempertahankan azas Islam, sedangkan kedua, menginginkan berazaskan Pancasila, sesuai kebijakan Presiden Soeharto pada waktu itu. Ini merupakan titik awal perpecahan HMI.

Pihak yang tetap mempertahankan azas Islam dalam HMI, menamakan diri sebagai HMI Majelis Penyelamat Organisasi (MPO), sedangkan yang satunya mengikuti kebijakan Presiden Soeharto, menamakan diri dengan HMI-DIPO, dikarenakan beralamat di Jalan Diponegoro, Jakarta.

Oleh karena itu, mengawali tahun 2021, dengan memperingati hari wafatnya salah seorang pendiri HMI, sekaligus Pahlawan Nasional tersebut, hendaknya tidak ada lagi dua HMI. Bersatulah. Yakin Usaha Sampai.

 

DASMAN DJAMALUDDIN

Wartawan Senior, Aktivis HMI Cabang Jayapura dan Padang

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular