Friday, April 19, 2024
HomeGagasanKemal Ataturk dan Recep Tayyip Erdoğan

Kemal Ataturk dan Recep Tayyip Erdoğan

Membaca “Serambinews.com,” Sabtu, 25 Juli 2020, sangat menarik, yang bercerita tentang kaitan kelompok Islamis Turki, Hagia Sophia untuk kembali menjadikannya sebagai masjid.

Menurut “Serambinews.com,” ini menandai mimpi lama mewujudkan kembali simbol kejayaan Ottoman.

Itu sepertinya, demikan “Serambi,” bertentangan dengan ide Bapak Bangsa Turki, yakni Mustafa Kemal Ataturk.

“Selama beberapa dekade, citranya telah mendominasi lanskap Turki, matanya yang biru sedingin es menatap ke bawah dari dinding setiap sekolah, rumah sakit, dan lembaga pemerintah, bahkan lingkungan paling tenang pun memberi penghormatan kepada lelaki itu, dengan monumen-monumen perunggu besar yang memuliakan masing-masing kemenangan militernya.”

Bagi sebagian orang, demikian kanjut “Serambi,” Mustafa Kemal mungkin dianggap berjasa besar, tapi bagi sebagian yang lain dia justru penghancur.

“Hal itu lantaran kekhalifahan yang sudah bertahan ratusan tahun hancur olehnya. Tetapi Mustafa Kemal Pasha Ataturk bukanlah pemimpin biasa.”

Dia adalah seorang negarawan yang cerdik dan ahli strategi yang tercecer. Konspirasinya untuk Menjadi Pemimpin dan Mengembangkan ‘Kemanilsme’.”

“Dia tidak mengungkapkan kepada publik bagaimana dia akan mengembangkan Turki sampai dia memiliki kekuatan untuk melaksanakan visinya.”

Kemudian Atatürk, jelas “Serambi,” dengan hati-hati membangun dan menggunakan rencana induk, hari ini dikenal sebagai ideologi Kemalis atau Kemalisme.

Percaya pada strategi ini, Ataturk dan rekan-rekannya mulai secara terbuka mempertanyakan nilai agama dan berpendapat bahwa agama tidak cocok dengan sains modern dan sekularisme sangat penting bagi modernitas.

Jadi, rezim Ataturk mulai langkah demi langkah untuk mengimplementasikan ideologi Kemalis dengan reformasi radikal masyarakat Turki dengan tujuan memodernisasi Turki dari sisa-sisa masa lalu Ottomannya.

Oleh karena itu, Kemal Ataturk mengganti Segala yang ‘Berbau Islam’. Sejalan dengan keyakinan ideologis mereka, pemerintah Ataturk menghapus institusi agama Islam; ganti hukum Syariah dengan kode hukum Eropa yang disesuaikan.

Mengganti kalender Islam dengan kalender Gregorian; ganti aksara Arab yang digunakan untuk menulis bahasa Turki dengan aksara Latin dan menutup semua sekolah agama.

Selain itu Ataturk mengambil alih 70.000 masjid di negara itu dan membatasi pembangunan masjid baru.

Mufti dan imam (pemimpin doa) diangkat dan diatur oleh pemerintah, dan instruksi keagamaan diambil alih oleh Departemen Pendidikan Nasional.

Masjid-masjid harus dikhotbahkan sesuai dengan perintah Ataturk dan digunakan untuk menyebarkan ideologi Kemalis.

Mustafa Kemal Atatürk, namanya juga disebut Gazi Mustafa Kemal Paşa. Ia adalah seorang perwira militer dan negarawan Turki yang memimpin revolusi negara itu. Ia juga merupakan pendiri dan presiden pertama Republik Turki. Lahir tahun, 1881,di Tesalonika, Yunani.

Meninggal tanggal10 November 1938,di Istana Dolmabahçe, Istanbul, Turki.

Turki di Masa Erdogan

Recep Tayyip Erdoğan, Presiden Turki, membuat kejutan. Ia mengubah status museum Hagia Sophia. Setelah 86 tahun berfungsi sebagai museum, Hagia Sophia di Istanbul, Turki, mulai Jumat, 24 Juli 2020 resmi berfungsi sebagai masjid.

Pemerintah Turki menandai peresmian Hagia Sophia dengan mengundang sekitar 1.500 tamu dan umat Muslim di Turki dan seluruh dunia untuk merayakannya dan dilanjutkan dengan salat Jumat.

Erdogan adalah seorang politikus Turki yang menjabat sebagai Presiden Turki sejak 2014. Sebelumnya, ia menjabat Perdana Menteri Turki sejak 14 Maret 2003 sampai 28 Agustus 2014. Ia juga seorang pimpinan Adalet ve Kalkınma Partisi. Usianya sekarang
66 tahun, lahir 26 Februari 1954 di Kasımpaşa, Beyoğlu, Turki.

Pada 10 Agustus 2014, Turki menggelar pemilihan presiden secara langsung untuk pertama kalinya setelah 91 tahun. Selama ini, Presiden Turki dipilih oleh parlemen. Terdapat tiga calon yang maju dalam pemilihan Presiden Turki 2014. Perdana Menteri Turki Erdoğan turut maju dalam pemilihan Presiden. Dua calon lainnya adalah Ekmeleddin İhsanoğlu yang merupakan Sekretaris Jenderal Organisasi Konferensi Islam sejak 2005, dan Selahattin Demirtas yang merupakan politisi etnis Kurdi di Turki.

Erdoğan terpilih menjadi Presiden Turki ke-12 hasil pemilihan presiden Turki yang digelar pada 10 Agustus 2014. Erdoğan memenangi pemilihan presiden dengan perolehan 52 persen mengalahkan dua pesaingnya.

Pada 28 Agustus 2014, Erdoğan resmi dilantik menjadi Presiden Turki ke-12. Ia dilantik di kantor kepresidenan di Ankara, ibu kota Turki. Pelantikannya mengantarkan pada era baru di Turki karena dia diperkirakan akan mendesak dibuatnya konstitusi baru yang bisa menstransformasi negeri itu.

Bangsa Turki itu mulai bermigrasi ke daerah yang dinamakan Turki pada abad ke-11. Proses migrasi ini semakin dipercepat setelah kemenangan Seljuk melawan Kekaisaran Bizantium pada pertempuran Manzikert. Beberapa Beylik (Emirat Turki) dan Kesultanan Seljuk Rûm memerintah Anatolia sampai dengan invasi Kekaisaran Mongol.

Mulai abad ke-13, beylik-beylik Ottoman menyatukan Anatolia dan membentuk kekaisaran yang daerahnya merambah sebagian besar Eropa Tenggara, Asia Barat, dan Afrika Utara. Setelah Kekaisaran Utsmaniyah runtuh, kalah pada Perang Dunia I, sebagian wilayahnya diduduki oleh para Sekutu yang memenangi Perang Dunia I.

Mustafa Kemal Atatürk kemudian mengorganisasikan gerakan perlawanan melawan Sekutu. Pada tahun 1923, gerakan perlawanan ini berhasil mendirikan Republik Turki Modern dengan Atatürk menjabat sebagai presiden pertamanya.

Ibu kota Turki berada di Ankara, namun kota terbesar di negara ini adalah Istanbul. Disebabkan oleh lokasinya yang strategis di persilangan dua benua, budaya Turki merupakan campuran budaya Timur dan Barat yang unik yang sering diperkenalkan sebagai jembatan antara dua peradaban. Dengan adanya kawasan yang kuat dari Adriatik ke Tiongkok dalam jalur darat di antara Rusia dan India, Turki telah memperoleh kepentingan strategis yang bertambah pesat.

Turki adalah sebuah republik konstitusional yang demokratis, sekuler, dan bersatu. Turki telah berangsur-angsur bergabung dengan Barat, sementara di saat yang sama menjalin hubungan dengan dunia Timur.

Turki merupakan salah satu anggota pendiri PBB, Organisasi Konferensi Islam (OKI), OECD, dan OSCE, serta negara anggota Dewan Eropa sejak tahun 1949 dan NATO sejak tahun 1952.

Sejak tahun 2005, Turki adalah satu-satunya negara Islam pertama yang berunding menyertai Uni Eropa, setelah merupakan anggota koalisi sejak tahun 1963. Turki juga merupakan anggota negara industri G20 yang mempertemukan 20 buah ekonomi yang terbesar di dunia.

Turki dalam Tantangan

Sejak Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan  secara resmi bahwa Jerusalem adalah ibukota Israel, maka sejak saat itu pula harapan bangsa Palestina untuk merdeka semaki jauh dari harapan. Masyarakat internasional juga berharap agar Turki mampu menyelesaikan masalah yang sudah lama tidak terselesaikan ini.

Harapan merdeka bangsa Palestina yang sudah lama terpendam sejak Israel memproklamirkan kemerdekaannya tahun 1948 dan sejak diselenggarakannya perjanjian Oslo, dalam kenyataannya memang sudah semakin sirna. Berbagai cara telah dilakukan Israel untuk perlahan-lahan menghilangkan peta bumi Palestina. Bahkan di google, peta Palestina sudah hilang.

Perjanjian Oslo yang dimotori oleh AS itu pun tidak berfungsi lagi. Untuk apalagi isi perjanjian yang memberikan keleluasaan memberi status presiden dan duta besar kepada bangsa Palestina, jika wilayahnya yang luas itu sudah dibagi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara tidak adil?

Pun dengan mendirikan pemukiman baru penduduk Yahudi melewati batas Israel dan masuk ke wilayah Palestina,  bukankah hal ini sama dengan mencaplok tanah Palestina perlahan-lahan?

Pada bahagian lain, beberapa waktu yang lalu, AS telah merekrut 30.000 milisi Kurdistan yang akan ditempatkan di perbatasan Suriah-Turki. Hal ini sudah tentu akan menancing reaksi kemarahan dari Turki dan Suriah. Karena selama ini suku Kurdi menjadi musuh bersama kedua negara tersebut.

Di samping itu, dengan menempatkan suku Kurdi, AS seakan-akan memberi pesan, bahwa Presiden Suriah Bashar Al-Assad dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan akan terus digoyang sebagaimana keberhasilan AS menjatuhkan kekuasaan Presiden Irak Saddam Hussein di Irak.

Dengan dimanfaatkannya suku Kurdi oleh AS, sama halnya dengan pemerintah Irak  menanfaatkan suku Kurdi berperang melawan pengikut Negara Islam di Irak. Mereka direkrut menjadi tentara Irak. Jika untuk merdeka di Irak? Tetap pemerintah Irak melarangnya. Ini terbukti ketika wilayah otonom Kurdi di Irak mengadakan pemungutan suara untuk merdeka, 92 persennya setuju merdeka. Tetapi pemerintah Irak tetap tidak mengizinkannya.

Harapan merdeka bangsa Palestina yang sudah lama terpendam sejak Israel memproklamirkan kemerdekaannya tahun 1948 dan sejak diselenggarakannya perjanjian Oslo, sudah semakin sirna. Berbagai cara telah dilakukan Israel untuk perlahan-lahan menghilangkan peta bumi Palestina.

Suku Kurdi dan Turki

Turki sangat menentang keberadaan suku Kurdi. Suku Kurdi adalah salah satu suku bangsa besar karena jumlahnya yang mencapai 30 juta jiwa. Mirip seperti nasib bangsa Palestina, akibat kolonialisme Barat di Timur Tengah, rumpun bangsa Persia yang mendiami daerah Kurdistan ini terancam hilang dalam sejarah dunia.

Jika Palestina berada di bawah pendudukan Israel, maka perhatian dunia Islam relatif sangat besar dibandingkan dengan suku Kurdi yang hampir sama sekali tidak ada.

Melihat dari sejarahnya, sebenarnya kemerdekaan Kurdi pernah dijanjikan Presiden AS Woodrow Wilson (1856-1924) melalui Perjanjian Servesi (the Treaty of Sevres) tahun 1920 antar Kekhalifan Turki Usmani dan sekutu AS untuk membagi-bagi wilayah bekas kekuasaan Turki Usmani. Hanya saja terbentuknya negara baru Turki di bawah pimpinan Mustafa Kemal Ataturk yang meliputi sebagian besar wilayah Kurdistan telah memupus harapan itu. Sejak itu, konflik antara suku Kurdi dan Turki terus berkembang.

Pasca kemerdekaan Irak tahun 1932, bangsa Kurdi semakin terisolasi dan terpecah-pecah. Mereka yang mendiami daerah-daerah perbatasan ini selalu menjadi korban pertikaian antara Irak, Iran dan Turki. Karena frustasi akan semakin tertutupnya peluang menuju kemerdekaan, muncullah kelompok-kelompok militan Kurdi.

Jadi, suku Kurdi ditempatkan AS di perbatasan Turki dan Suriah selain untuk lebih memecah suku Kurdi itu, sekaligus dimanfaatkan untuk mengganti pemimpin Turki pilihan AS. Bukankah kudeta di Turki yang gagal baru-baru ini, pemimpin kudetanya berlindung di AS?

Apa yang terjadi pada 15 Juli 2016 di Turki?

Tanggal 15 Juli 2016, menandai kudeta gagal saat Organisasi Teror Fetullah (FETO) — kelompok bawah tanah berkedok pendidikan yang menyusup ke institusi-institusi negara, terutama militer, peradilan, keuangan, pegawai pemerintah, yang berusaha mengambil alih pemerintah, mencoba melakukan kudeta.

Malam 15 Juli 2016, tank-tank menutup sebuah jembatan di Istanbul yang menghubungkan Asia ke Eropa. Jet tempur dan helikopter yang terbang di atas Istanbul dan Ankara membom kompleks presiden, gedung parlemen, polisi dan markas intelijen, sementara warga sipil keluar untuk melawan kudeta.

Pada malam itu, Kepala Staf Militer Hulusi Akar disandera oleh para pemberontak hanya karena dia mengatakan menolak permintaan mendukung kudeta.

Selama kudeta gagal itu, sebanyak 251 orang, termasuk polisi dan warga sipil, menjadi martir. Sedangkan hampir 2.200 orang terluka.

Upaya kudeta, yang diotaki oleh Organisasi Teror Fetullah (FETO) dan dipimpin oleh apa yang mereka sebut “ulama” Fetullah Gulen, bertujuan untuk menggulingkan Presiden Recep Tayyip Erdogan, pemerintah, serta merebut negara.

Dalam penampilannya di televisi pada jam 11.02 malam itu, Perdana Menteri Turki, Binali Yildirim, mengatakan, upaya itu adalah pemberontakan dan kemungkinan percobaan kudeta.

“Mereka yang terlibat dalam tindakan melanggar hukum ini akan membayar harga yang paling berat,” tegas Yildirim.

Berbicara kepada CNN, pada pukul 12.24 pagi, Presiden Recep Tayyip Erdogan, mengatakan: “Kejadian ini, sayangnya, adalah upaya kudeta dari minoritas Angkatan Bersenata Turki. Ini adalah pemberontakan yang didorong dan dieskploitasi oleh struktur paralel (FETO) sebagai dalangnya “

Presiden Turki menyeru rakyat Turki turun ke jalan-jalan untuk menghentikan rencana kudeta.

Orang-orang lantas merespons seruan Erdogan dengan datang berbondong-bondong ke alun-alun untuk melindungi demokrasi di seluruh Turki, terutama di ibu kota Ankara dan Istanbul.

Warga Turki lalu naik ke tank-tank, berdiri melawan senjata, dan mengalahkan upaya kudeta yang bengis.

Saat ini pemerintah Turki berusaha untuk mengekstradisi Fetullah Gulen dari Amerika Serikat. Tetapi kelihatannya tidak berhasil, meski
Turki menyatakan, bahwa Fethullah Gulen sebagai otak kudeta gagal pada 15 Juli 2016.

Warga mengibarkan bendera Turki saat berkumpul di Lapangan Taksim, Sabtu, 16 Juli 2016. Warga turun ke jalan menolak aksi kudeta terhadap Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

Akibat kudeta yang gagal, Turki memerintahkan penangkapan 176 personel militer sehubungan dengan kecurigaan mengenai keterkaitan mereka dengan upaya kudeta tiga tahun lalu, kata kantor kepala jaksa Istanbul, Selasa, 9 Juli 2019. Di antara yang ditangkap adalah seorang kolonel, dua letnan kolonel, lima mayor, tujuh kapten dan 100 letnan dalam operasi yang mencakup Angkatan Darat, Angkatan Udara dan Angkatan Laut.

Turki menyatakan tokoh agama yang berpusat di AS, Fethullah Gulen sebagai otak kudeta gagal pada 15 Juli 2016. Gulen telah membantah keterlibatan apa pun. Meskipun demikian, operasi penangkapan tetap dilakukan di berbagai provinsi di seluruh penjuru Turki.

Upaya kudeta di Turki merupakan salah satu tugas berat Erdogan memimpin Turki sejauh ini. Juga termasuk meresmikan Museum Hagia Sophia menjadi mesjid yang sudah mendapat kritikan dari Yunani.

 

DASMAN DJAMALUDDIN

Sejarawan dan Wartawan Senior

RELATED ARTICLES

Most Popular