Saturday, April 20, 2024
HomeGagasanKampanye Damai Hanya Formalitas

Kampanye Damai Hanya Formalitas

Hasil gambar untuk kampanye damai

Mulai hari ini dan 7 bulan ke depan kampanye resmi dikumandangkan di mana-mana, seakan-akan harapan damai benar-benar ada. Namun kenyataannnya dalam demokrasi yang menghabiskan dana hampir 25 triliun ini hanya formalitas.

Lihatlah calon presiden (capres) petahana tidak mau mundur dari jabatan sebagai Presiden, sementara semua pejabat negara yang maju dalam kontestasi tidak perduli siapa pun harus mundur dari jabatan apa pun, hal ini tentu mencederai demokrasi, banyak menteri gubernur dan bupati dipaksa menjadi tim sukses, padahal menteri, gubernur dan bupati, camat serta kades adalah pejabat yang seharusnya netral,

Lalu damai dari mana kalau tentara dan polisi aktif pun harus juga diajak menjadi “tim sukses”. Belum lagi aparat sipil negara(ASN) , banyak juga yang secara sembunyi-sembunyi menjadi “tim sukses”. Ini sangat tidak adil dan pasti tidak damai.

Dari input demokrasi saja sudah tidak fair dan sportive. Belum lagi wilayah-wilayah yang semestinya private, misalnya gedung film, masjid dan tempat tempat ibadah menjadi ajang hegemony kekusaan untuk bisa menang. Memang petahana bisa berbuat sesuka hatinya, karena menganggap bahwa republik ini milik segelintir elit yang berkuasa.

Inilah kedamaian yang dirusak oleh penguasa. Siapa Penguasa? Penguasa sejatinya adalah pelayan masyarakat. Yang 5 tahun harus dipilih kembali. Jadi semacam karyawan kontrak rakyat, jadi ketika pemimpin yang dholim maka akan terjadi masalah besar di negeri ini,

Alih-alih kampanye damai, dalam tubuh partai politik (parpol) sendiri sikut sikutan antar calon legislatidf (caleg) di internal parpol sendiri sangat keras akibat perebutan nomer urut dan banyak-banyakan suara, siapa yang suaranya terbanyak dialah yang menjadi pemenang.

Memang dipartai secara internal akan di adu dengan suara parpol lain dan bilangan pembagi tiap dapil. Jadi sangat tidak sehat pemilu kali ini. Para petahana caleg juga tidak mau mundur, akibatnya menghalalkan segala cara termasuk caleg yang mantan narapidana pun bisa ikut.

Tampak juga penyelenggara pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) seleksinya harus memiliki syarat “KKN”, mereka adalah kepanjangan tangan dari kekuasaan. Rekayasa tiap pemilu mulai dari Daftar Pemilih Tetap (DPT), penggelembungan suara, sampai jual beli suara juga terjadi.

Money politik hampir 60 persen yang dipertontonkan oleh calon calon yang berduit hasil KKN, dan rakyat makin rakus hanya demi uang recehan rakyat mengadaikan suaranya untuk hancurnya tatanan negara 5 tahun kedepan.

Inilah ironi negeri damai yang dirusak karena ulah pejabat rakus dan tamak. Tidak ada yang mau berhenti dari jabatannya meskipun kena masalah. Lihat di Komisi Pemberantasdan Korupsi (KPK) penuh dengan senyum kepalsuan tanpa malu.

Lihat di penjara mewah dengan fasilitas. Lihat fasilitas negara habis dimanfaatkan unt kepentingan perut mereka yang lagi berkuasa. Kita hanyalah jadi obyek 5 tahunan, yang didekati menjelang pemilu saja. Kita dibodohi oleh janji-janji manis tanpa arti.

Tuhan tidak pernah tidur. Hati hati para pejabat yang sesat dan para rakyat yang sesat.

M. MUFTI MUBAROK 

Direktur Lembaga Survey Regional (LeSuRe)

RELATED ARTICLES

Most Popular