Saturday, April 20, 2024
HomeEkonomikaIjinkan SPBU Swasta Jual BBM Setara Premium, YLKI: Ini Langkah Mundur!

Ijinkan SPBU Swasta Jual BBM Setara Premium, YLKI: Ini Langkah Mundur!

 

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignatius Jonan saat meresmikan SBPU Vivo milik swasta di Cilangkap, Jakarta Timur, pada Kamis (2/11/2017). (foto: isitmewa)

 

JAKARTA – Peresmian SPBU “Vivo” di Cilangkap, Jakarta Timur milik swasta oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignatius Jonan, pada Kamis (26/10/2017) lalu berbuntut panjang. Banyak pihak yang menilai akan menjadi preseden persaingan tidak sehat. Sudah banyak pihak yang memberikan kritikan terkait keberadaan SPBU Vivo ini. Apalagi Pemerintah terkesan merestui secara berlebihan mengingat peresmiannya didatangi Menteri

Kehadiran SPBU swasta, di luar SPBU Pertamina, adalah keniscayaan atas legitimasi Undang-Undang Migas. Di Jakarta dan sekitarnya sudah banyak SPBU swasta asing sebagai wujud kompetisi tersebut.

Namun kehadiran SPBU Vivo dinilai ada beberapa anomali yang layak disorot, jika dikaitkan dengan kebijakan pemerintah sendiri. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi dalam keterangan persnya, Kamis (2/11/2017) pagi.

Pemerintah memiliki roadmap agar terjadi pengurangan konsumsi dan distribusi RON 88 (setara premium) yang merupakan RON paling rendah dan tidak memenuhi standar Euro 2. Saat ini standar dunia sudah dilevel Euro 4. Di Malaysia saja menurut Tulus, RON paling rendah yang dijual adalah RON 95. Karenanya, langkah meresmikan dan menyetujui adanya SPBU Vivo yang menjual RON 88 dinilai sebagai kemunduran.

“Ini kenapa pemerintah mendukung SPBU baru yang menjual RON 88. Ini namanya tidak konsisten dan langkah mundur. Seharusnya Menteri ESDM malu, negara lain bejibaku untuk lolos Euro 3 dan Euro 4, sementara Indonesia masih berkutat dengan RON 88,” ujar Tulus Abadi.

Selain itu, ada gejala persaingan tidak sehat karena SPBU VIVO menjual harga BBM RON 88 dibawah harga pasar. Menurut rencana RON 88 di SPBU ini akan dijual Rp 6.100 per liter.

“Bisa jadi hanya teknik marketing untuk menggaet konsumen di masa promosi. Kalau masa promosinya lewat, pasti akan menjual dengan harga normal atau bahkan lebih mahal,” imbuhnya.

Yang agak aneh menurut Tulus adalah SPBU VIVO menjual BBM RON 88, tapi kemudian di-booster menjadi RON 89.

“Klaim ini harus diuji dulu di laboratorium independen untuk membuktikan kebenarannya. Namun sekalipun mengantongi RON 89, tetap jauh dari standar Euro 2,” tegasnya.

Tulus menambahkan bahwa seharusnya SPBU VIVO didorong untuk beroperasi di daerah remote. Ini akan sesuai dengan program Nawacita dan kebijakan satu harga untuk BBM.

“Di daerah tersebut masyarakat jauh lebih membutuhkan karena masih minimnya infrastruktur SPBU,” kata Tulus.

Dioperasikannya SPBU VIVO yang menjual BBM dengan kualitas rendah juga dinilai tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah,  yang akhir-akhir ini getol mengusung kebijakan energi bersih, bahkan energi baru dan terbarukan. Karenanya, hal tersebut akan berpengaruh pada target Indonesia untuk mengurangi produksi karbon hingga 26 persen pada 2030.

“Ini mimpi di siang bolong kalau mau mengurangi karbon hingga 26% pada 2030 mendatang. Bagaimana mau mengurangi produksi karbon jika penggunaan bahan bakar kualitas rendah yang sangat mencemari lingkungan masih sangat dominan? tandas Tulus Abadi dengan nada retorik.

(bm/bti)

RELATED ARTICLES

Most Popular