Thursday, March 28, 2024
HomeEkonomikaEWI Desak Presiden Tegas Terkait Freeport

EWI Desak Presiden Tegas Terkait Freeport

images

JAKARTA – Semakin gaduhnya situasi nasional baik di tengah publik maupun di internal pemerintah sendiri terkait polemik perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia dan tidak jelasnya posisi pemerintah membuat banyak pihak menyayangkan hal itu. Salah satunya dari Ferdinand Hutahaean, Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI).

Ferdinand menyampaikan sikapnya terkait polemik Freeport kepada tim Cakrawarta. Pihaknya meminta agar pemerintah lebih dulu mencermati titik kritis dalam pelaksanaan kontrak Freeport sebelum memberikan perpanjangan ijin usaha pertambangan.

“Ada beberapa titik kritis dalam isu Freeport ini yaitu perusakan lingkungan, isu pelanggaran HAM, peningkatan royalti, perubahan kontrak karya menjadi Ijin Usaha Pertambangan (IUP), percepatan pembangunan smelter, adanya persepsi dari Freeport tidak wajib tunduk pada UU Minerba, divestasi saham dan control and management,” ujar Ferdinand di Jakarta, Sabtu (17/10).

Menurut Ferdinand, poin-poin yang dirinya sampaikan menjadi titik kritis atas polemik perpanjangan kontrak Freeport, dimana sesuai UU, pada tahun 2021 tidak ada lagi perpanjangan kontrak terhadap Freeport akan tetapi adalah pemberian Ijin Usaha Pertambangan.

“Tentu ini dua hal berbeda, karena semangat IUP lebih berpihak kepada negara,” imbuhnya.

Oleh karenanya, EWI menurut Ferdinand, meminta dan mendesak kepada pemerintah untuk segera melakukan negosiasi ulang kepada Freeport dengan meminta bebera hal yakni program perbaikan lingkungan, perhatian khusus kepada masyarakat adat, meningkatkan royalti minimal 5%, melaksanakan pembangunan smelter selambat-lambatnya awal tahun 2016, menambah jumlah management jajaran direksi dan komisaris dari Indonesia, divestasi saham hingga 51%, dan auditornya adalah BPK.

“Jika poin-poin yang kami sampaikan ini disepakati dan disetujui oleh Freeport maka pemerintah juga wajib memberikan kepastian pemberian IUP dan memperpanjang operasi Freeport di Papua hingga 2041. Ini jalan tengah untuk kebaikan bersama antara Freeport dan Indonesia. Namun jika Freeport tidak menyetujui syarat tersebut, kita minta agar Freeport angkat kaki dari Indonesia,” bebernya dengan nada tegasnya.

Ferdinand menambahkan, semua kembali pada sikap resmi presiden Joko Widodo yang harus segera diberitahukan kepada publik agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi yang beredar di masyarakat.

“Presiden harus segera angkat bicara tentang ini supaya publik tahu dan paham posisi pemerintah, sehingga rakyat tidak disuguhi sinetron politik,” pungkasnya.

(fh/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular