Friday, March 29, 2024
HomeEkonomikaDinilai Banyak Lakukan Kebijakan "Ngawur", Rini Soemarno Layak Dicopot

Dinilai Banyak Lakukan Kebijakan “Ngawur”, Rini Soemarno Layak Dicopot

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman. (foto: istimewa)
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman. (foto: istimewa)

JAKARTA – Isu mengenai adanya perubahan struktur organisasi pada tubuh salah satu BUMN yakni Pertamina yang sempat santer ternyata justru dibantah oleh Menteri BUMN, Rini Soemarno sendiri. Pada acara Kementerian BUMN hari ini (11/8/2016) di Kemenko Perekonomian, menjawab pertanyaan awak media terkait usulan perubahan organisasi Pertamina dan ada jabatan baru Wakil Direktur Utama, Rini justru menyatakan keheranannya serta menyatakan tidak tahu karena belum ada usulan terkait isu dimaksud.

Menanggapi, sikap Menteri BUMN tersebut, menurut Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman hanya merupakan sandiwara depan kamera semata. Yusri menduga Rini justru mengetahui isu perubahan struktur dan adanya usulan posisi Wakil Dirut tersebut.

“Alah sudah biasalah sandiwara tingkat tinggi, coba baca tuh 2 orang anggota Komisaris yang menandatangani usulannya. Justru dari BUMN yakni setingkat Deputi dan staff khusus menteri. Malah bisa jadi direksi Pertamina yang ada di Jakarta pada saat surat itu diajukan dan yang mengaku tidak tahu itu juga bisa jadi bagian sandiwara yang besar ini loh,” ujar Yusri Usman dengan nada tertawa.

Menurut Yusri, direksi Pertamina berada di Jakarta pada Rabu (10/11/2016) tetapi mengaku tidak tahu atas langkah dewan komisaris Pertamina pada Senin (8/8/2016) kepada Menteri BUMN. Padahal dijelaskan Yusri, di dalam dokumen usulan tersebut ditembuskan juga ke semua direksi Pertamina. Menurutnya sikap dewan direksi Pertamina ini menjadi menarik karena baginya atas dasar kajian siapa dewan komisaris mengusulkan perubahan struktur tersebut tanpa mendengar usulan dewan direksi yang paling mengetahui tugas dan beban serta hambatan-hambatan pekerjaan masing-masing direktorat di lingkungan Pertamina. Bahkan dewan direksi juga mengetahui bagaimana rentang kendali dengan manajer area dan unit-unit bisnis yang begitu banyak di sektor hulu yang beroperasi baik di dalam maupun luar negeri.

“Kalau memang benar kebijakan itu hanya semata datang dari pihak komisaris Pertamina saja, tentu fakta ini semakin menarik. Ada agenda apa di balik semua ini? Anehnya lagi usulan itu terjadi di saat semua perusahaan migas di seluruh dunia gencar melakukan efisiensi dan perampingan organisasi,” imbuh Yusri dengan nada heran.

Akuisisi PT PGE Berasal dari Kementerian BUMN

Belakangan terungkap fakta baru dimana berdasarkan keterangan Dirut PLN Sofyan Basyir (10/8/2016) justru Kementerian BUMN yang mendesak PLN untuk mengakuisisi PT Pertamina Geotermal Energy (PGE). Padahal menurut Yusri, PLN sejak dahulu tidak serius mengembangkan pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT). SDM pihak PLN pun jauh kualitasnya dibandingkan Pertamina.

“Banyak itu unit geotermal skala kecil PLN yang tak jalan. Bahkan pada awal 1990, untuk menerobos kendala pengembangan panas bumi sering terhambat oleh penetapan tarif jual yang bisa bertahun-tahun penyelesaiannya di PLN,” kata Yusri.

Maka tak pelak saat itu, dibentuklah perusahaan patungan antara Pertamina dan PLN yaitu PT Geodipa untuk mengelola PLTP Dieng-Patuha. Anehnya, tidak ada kejelasan terkait hasilnya. Oleh karena itu, pemaksaan Menteri BUMN kepada PLN untuk mengakuisisi PT PGE adalah upaya menguburkan semangat pengembangan energi panas bumi yang ditargetkan bisa mencapai 7.000 MW pada 2024.

“Target bisa mencapai kapasitas 7000 MW pada 2024 itu ibarat pungguk merindukan bulan kalau begini cara kerja Menteri BUMN. Langkah ini menurut saya malah sangat bertentangan dengan perintah tegas Presiden ke PLN pada 23 Juni 2016 dimana PLN diharapkan membeli listrik bukan membeli pembangkit listrik,” tegasnya.

Maka, menyimpulkan sikap-sikap Menteri BUMN baik menyangkut kebijakannya terdahulu seperti pada pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, Pelindo 2, soal PGN dengan Pertamina serta dengan PLN baik soal status PT PGE dan adanya upaya dugaan pemaksaan menekan Pertamina supaya mundur dari tender PLTG Jawa 1 hingga dugaan kasus usulan perubahan struktur organisasi Pertamina yang tak mengarah pada pengetatan malah sebaliknya, menurut Yusri sudah sewajarnya, apabila publik mendesak posisi Rini Soemarno sebagai Menteri BUMN bisa segera diakhiri.

“Saya dengar informasi akan ada reshuffle Jilid 3 pada Oktober mendatang. Maka Rini ini pas jika dicopot dari posisinya. Kalau tetap dipertahankan oleh Presiden, jangan salahkan publik jika menilai kebijakan Rini Soemarno yang “ngawur” itu merupakan kebijakan Presiden juga,” pungkas Yusri.

(bm/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular