Saturday, April 20, 2024
HomeSains TeknologiKesehatanDikejar Masa Afkir, Indonesia Memulai Vaksinasi Astrazeneca

Dikejar Masa Afkir, Indonesia Memulai Vaksinasi Astrazeneca

ilustrasi. (foto: reuters)

 

SURABAYA – Senin (22/3/2021) Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan kunjungan kerja ke Jawa Timur. Jokowi menyaksikan kelanjutan program vaksinasi yang untuk pertama kalinya memakai vaksin Astrazeneca. Di tengah polemik beberapa negara di dunia yang menghentikan sementara penyuntikan vaksin Astrazeneca, Indonesia justru bisa dikatakan mengambil langkah berani untuk melanjutkan program vaksinasinya.

Dihubungi melalui saluran telepon, dosen epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Laura Navika Yamani memberikan responnya terkait langkah berani pemerintah ini. Menurut alumnus Kobe University Jepang itu, untuk angka 5 jutaan suntikan vaksin Astrazeneca baru ditemukan masalah pada sekitar 30 kasus di seluruh dunia.

“Tetapi efek samping yang terjadi masih dalam kajian dan belum dapat dibuktikan apakah karena pemberian Astrazeneca atau tidak. Misal benar maka angka tersebut masih dalam batas wajar dibandingkan dengan besarnya manfaat vaksinasi. Karena itu badan kesehatan dunia WHO dalam rilis terbarunya meminta negara-negara di dunia melanjutkan program vaksinasinya,” ujar Laura, Selasa (23/3/2021).

Laura menambahkan, saat awal terjadinya kasus Indonesia menghentikan program vaksinasi. Itu menurutnya langkah bagus untuk antisipasi, namun setelah rilis terbaur keluar, program dilanjutkan. Artinya ada dasar argumen langkah memulai vaksinasi untuk astrazeneca ini.

Masalah Distribusi dan Masa Afkir

Tetapi, menurut wanita yang juga peneliti pada Institute of Tropical Disease (ITD) Unair ini, yang harus diperhatikan adalah terkait mekanisme distribusi dan penyaluran mengingat expired date vaksin ini adalah 31 Mei 2021. Sementara rentang waktu penyuntikan pertama dan kedua sesuai standar WHO adalah 9-12 minggu, walaupun dalam Surat Edaran Dirjen P2P Kementerian Kesehatan RI, 28 hari untuk usia produktif.

“Nah ini problemnya saya kira. Apakah mau disamakan persis seperti vaksin Sinovac, padahal kalau merujuk rekomendasi WHO harusnya kan 9-12 minggu. Ini penting saya kira diperhatikan mengingat kita dikejar masa kadaluwarsa vaksin itu sendiri,” imbuh Laura.

Laura menyarankan, adanya perbedaan sikap Kemenkes RI dengan rekomendasi WHO juga berdampak pada kemungkinan distribusi dan sasaran penyebarannya. Kalau dipaksakan keluar Jawa maka terlihat mustahil walau tentu pemerintah bisa saja menemukan solusi mengenai distribusinya jika ke luar Jawa.

“Saya melihat targetnya siapa belum jelas. Apakah kelompok usia produktif, lansia termasuk daerah mana yang menjadi skala prioritas di tengah dikejarnya kita dengan masa kadaluwarsanya. Apalagi yang saya ketahui BPOM menyarankan rentang antara penyuntikan pertama dan kedua juga sesuai standar WHO,” tandas Laura mengakhiri keterangannya.

(bus/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular