Thursday, April 25, 2024
HomeEkonomikaCukai Rokok Tak Naik, YLKI: Jokowi Tak Punya Visi Kesehatan Publik

Cukai Rokok Tak Naik, YLKI: Jokowi Tak Punya Visi Kesehatan Publik

Ketua Pengurus Harian YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), Tulus Abadi. (foto: istimewa)

 

JAKARTA – Jum’at (02/11/2018), Pemerintah memutuskan tidak ada kenaikan tarif cukai rokok pada tahun 2019. Keputusan tersebut tentu saja direspon publik, salah satunya adalah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Menurut Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, langkah pemerintah tersebut merupakan bentuk anti regulasi, karena Undang-Undang (UU) Cukai mengamanatkan kenaikan cukai sampai 57%.

“Pada konteks perlindungan konsumen dan kesehatan publik, langkah pemerintah ini adalah hal yang ironis dan paradoks,” ujar Tulus Abadi, Sabtu (3/11/2018).

Menurut Tulus, pembatalan kenaikan cukai rokok ini membuktikan pemerintah terlalu dominan dikooptasi dan diintervensi oleh kepentingan industri rokok, terutama industri rokok besar.

Selain itu, Tulus menilai hal ini membuktikan pemerintah tidak mempunyai visi terhadap kesehatan publik. Pembatalan kenaikan cukai mengakibatkan produksi rokok meningkat dan makin terjangkau oleh anak-anak, remaja, dan rumah tangga miskin.

“Pemerintah menjerumuskan mereka dalam ketergantungan konsumsi rokok dan jurang kemiskinan yang lebih dalam,” tegasnya.

Jika diteruskan, YLKI memprediksi kinerja BPJS Kesehatan akan semakin bleeding dari sisi finansial. Data menunjukkan dengan sangat kuat bahwa dominannya konsumsi rokok di tengah masyarakat lebih dari 35% dari total populasi), menjadi salah satu pemicu utama berbagai penyakit katastropik.

“Penyakit katastropik inilah yang mengakibatkan kinerja finansial BPJS Kesehatan berdarah-darah,” paparnya.

Pembatalan kenaikan cukai menjadi bukti bahwa pemerintah abai terhadap perlindungan konsumen. Sebab cukai adalah instrumen kuat untuk melindungi konsumen, agar tidak semakin terjerumus oleh bahaya rokok, baik bagi kesehatan tubuhnya bahkan kesehatan finansialnya. Menurut Tulus, kebijakan ini hanya dijadikan kepentingan politik jangka pendek yakni Pilpres.

“Pemerintah telah mengorbankan kepentingan perlindungan konsumen dan kesehatan publik demi kepentingan jangka pendek,” tandasnya mengakhiri penjelasannya.

RELATED ARTICLES

Most Popular