Friday, April 19, 2024
HomeGagasanBM Diah dan Tugas Jurnalistik ke Rusia dan Irak (7)

BM Diah dan Tugas Jurnalistik ke Rusia dan Irak (7)

BM Diah Cakrawarta

Perjalanan panjang lebih kurang 885 kilometer yang ditempuh sekitar 13 jam dari Jordania ke Irak ini sangat melelahkan. Memang istirahat di tempat-tempat tertentu, tetapi tidak lama.

Mata tidak bisa diajak kompromi, kadang-kadang tertidur. Hari telah gelap, sementara cuaca cukup dingin menyusup ke tulang sumsum. Untunglah sebelum berangkat, di Jakarta, saya dipinjamkan oleh BM Diah sepasang pakaian penghangat tubuh. Itulah pakaian yang saya kenakan jika cuaca dingin tak bisa diajak kompromi.

Sopir taksi, mungkin sudah terbiasa mengemudikan di tengah padang pasir, tidak kelihatan merasa lelah. Hanya saya, yang terlihat lelah. Maklumlah baru pertama kali mengarungi padang pasir yang luas dan sepi. Kalau pun ada kendaraan lain, jarak antara satu dengan yang lain tidak terlihat. Hanya debu-debu yang berterbangan, menyisir jalan setapak di padang pasir.

Tak terpikir apa yang harus dilakukan jika kendaraan kami mogok di tengah jalan. Alhamdulillah, kendaraan itu sampai di jalan bebas hambatan di kota Baghdad. Hari sudah larut malam, dan saya minta diantarkan ke sebuah hotel berbintang lima, Meredien Hotel, di kota Baghdad.

Tidak lama kemudian, saya sudah berada di hotel yang ditunjuk. Memang nama hotel ini sudah diberitahu Dubes Irak di Jordania, ketika saya di sana. Hotel tersebut terletak di tengah-tengah kota Baghdad.

Sebagaimana hotel-hotel berbintang lima, sudah tentu pelayanan kepada tamu sangat istimewa. Tidak terkecuali saya, karena termasuk tamu dari Kementerian Penerangan Irak.

Kehati-hatian, apalagi suasana di Irak masih dalam keadaan siaga, karena negara itu pada 17 Januari 1991 baru saja diserang dari udara oleh Amerika Serikat dan sekutunya, lebih saya utamakan. Para intelijen boleh jadi ada di sekitar saya, untuk memastikan siapa saya sebenarnya. Boleh jadi sang intelijen menyamar sebagai pelayan, tukang listrik atau sebagai sopir taksi. Yang jelas, saya harus bisa menjaga diri.

Besok paginya, mobil Kedubes Indonesia menghampiri saya di hotel dan membawa saya mengitari kota Baghdad. Rasa kagum saya muncul ketika melihat bangunan-bangunan tertata dengan baik. Di setiap kantor pemerintahan dan kantor-kantor swasta terpampang gambar Presiden Irak Saddam Husein berukuran besar. Jika di Kementerian Pos dan Telekomunikasi Irak, terlihat gambar Saddam lagi menelepon. Di Kementerian Pertanian, gambar Saddam sedang bersama petani Irak.

Sejak saya masuk ke Jordania, gambar-gambar Raja Hussein terlihat juga di beberbagai sudut kota. Ini menggambarkan, pemerinahan di negara Arab selalu dielu-elukan dan dihormati rakyatnya. Dulu dikenal semboyan rakyat Irak yang berbunyi ” kami siap melindungi Yang Mulia dengan darah, ya Saddam.” Semboyan itu selalu diucapkan ketika Irak diserang Amerika Serikat dan sekutunya. Juga yel-yel itu diucapkan jika Presiden Saddam Hussein berkunjung ke sebuah tempat.

Di saat ini penderitaan rakyat Irak sungguh memprihatinkan. Rakyat Irak dihadapi dengan embargo ekonomi dan zona larangan terbang. Hanya Jordania yang sering membantu tetangganya ini, karena memang hanya Jordania satu-satunya negara Arab yang membuka perbatasannya dengan Irak. Negara Arab lainnya menutup perbatasannya. Irak dikucilkan.

Penderitaan rakyat Irak ini tidak terlihat jika mengalihkan pandangan menyaksikan kota Baghdad. Juga tidak terlihat jalan-jalan yang hancur karena diserang pasukan Amerika Serikat dan sekutunya dari udara pada 17 Januari 1991. Seandainya saja Irak bukan negara kaya minyak, saya yakin puing-puing pemboman masih terlihat di mana-mana.

Bayangkan pada waktu itu pesawat pembom Amerika Serikat dan sekutunya yang dinamakan pasukan multinasional itu melakukan serangan udara sekitar 19 jam dengan 750 kali serangan ke kota Baghdad.

Tetapi karena Irak memiliki dana dari hasil minyak, saya menyaksikan Irak daru dekat, tidak satupun jalan dan bangunan di sana ada yang rusak. Roda perekonomian, meski ada embargo tetap berjalan sebagaimana mestinya, sebagai mana aliran sungai-sungai yang membelah kota Baghdad.

Di tengah-tengah kota Irak mengalir sungai Tigris yang panjangnya sekitar 1.718 kilometer dan sungai Euphrate yang panjangnya 2.300 kilometer. Di dalam bahasa Arab, sungai Tigris disebut sungai Dejelah yang mengalir di tengah kota Baghdad, terbentang dari hulu hingga hilir dan bermuara di Shatt al-Arab di Teluk Persia.

Sedangkan sungai Euphrate yang disebut dalam bahasa Arab sebagai sungai Furat, yang juga bermuara di Shatt al-Arab. Pada waktu saya berkunjung ke sana, ada pula sebuah sungai, bernama sungai Saddam. Bertepatan ketika saya berkunjung di bulan Desember 1992 itu, sungai ketiga di Baghdad tersebut resmi dimanfaatkan. Sungai ini membentang sejauh 565 kilometer, dengan lebar 100 meter pada permukaan dan 50 meter pada dasar. Dalamnya mencapai 40 meter.

Sungai Saddam ini menjadi kebanggaan waktu itu. Sungai yang dibangun di awal-awal berlangsungnya embargo ekonomi, diselesaikan dalam waktu 180 hari. Dengan dimanfaatkannya sungai ketiga ini, maka sekitar enam juta donum atau 250.000 hektar tanah pertanian dapat digarap dan diairi.

Di Irak terdapat empat musim, musim dingin, semi, panas dan musim kemarau.Tetapi yang pokok adalah dua musim, musim dingin dan panas. Pada musim dingin (bulan Januari), iklimnya membuat air sampai beku, karena kadang kala suhu udara berada dua derajat di bawah nol.Pada musim panas (Juli-Agustus), suhu udara mencapai 40 derajat Celcius.

Meskipun demikian, suhu udara berbeda-beda antara satu daerah dengan lainnya. Bila musim dingin di selatan sejuk, maka ke arah utara bertambah dingin dan biasanya hujan turun.

Sebaliknya kalau musim panas, udaranya panas, tetapi kering. Siang hari seringkali angin bertiup dari utara dengan membawa debu tebal. Tetapi malamnya, udara menjadi sejuk. Di daerah utara, musim panas tidak seberapa panas, bahkan udara bisa berubah menjadi sejuk. Musim panasnya pun tidak begitu lama berlangsung.

Menurut sejarah, Irak yang dahulunya bernama Mesopatamia merupakan negeri yang berperadaban tinggi. Peninggalan budaya bernilai tinggi ditemukan di gua-gua pegunungan daerah utara dan timur laut, serta di udara terbuka di daerah dataran tinggi sebelah timur dan perbukitan Sahara di sebelah barat.

Tulisan pertama berasal dari Irak, demikian pula kitab undang-undang. Bangsa Sumeria, Akkadia, Babylonia dan Assyria, semuanya membangun peradaban mereka di Irak. Taman Firdaus pun bertempat di Irak, yaitu daerah yang disebut Qurna.

Lebih menarik lagi, di Irak ini pula, sahabat Nabi Muhammad SAW, sekaligus menantu beliau Ali ra berdomisili dan berkantor di masjid Al-Kufa, di Kufa, Irak. Juga beliau meninggal di dalam masjid ini, dibunuh ketika sedang melakukan shalat subuh.

Masjid ini dibangun Abad VII yang luasnya 11.000 persegi. Kufa ini merupakan sebuah kota di Irak dan jaraknya 170 km di selatan Baghdad. Saya berkunjung ke masjid ini bukan tahun 1992, tetapi pada kunjungan kedua saya ke Irak, 20 September 2014.

Pada 21 September 2014, saya melanjutkan perjalanan ke Padang Karbala, di mana di sinilah Hussein, putera Ali ra dibunuh.

Berarti dapat disimpulkan bahwa Irak menjadi pusat peradaban manusia yang tinggi. Juga tempat berdiamnya sahabat Nabi Muhammad SAW, Ali ra dan anaknya. Begitupun tempat tinggal Nabi Ayub as.

(bersambung)

DASMAN DJAMALUDDIN

Sejarawan, Jurnalis dan PenulisSenior

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular