Thursday, April 18, 2024
HomeGagasanBM Diah dan Tugas Jurnalistik ke Rusia dan Irak (6)

BM Diah dan Tugas Jurnalistik ke Rusia dan Irak (6)

BM Diah Cakrawarta

Taksi yang saya tumpangi melaju di padang pasir yang luas antara Jordania dan Irak. Jarak kedua negara itu sekitar 885 km yang ditempuh lebih kurang 13 jam.

Saya berangkat setelah menginap semalam di sebuah hotel sederhana di Jordania.

Taksi saya melaju di kekerasan padang pasir. Cuaca waktu itu tidak begitu panas, bahkan sejuk. Maklumlah, saya berangkat di bulan Desember, yang menurut ahli cuaca, suasana terpengaruh iklim di Eropah. Anehnya di Jordania, salju turun.

Di antara ruas-ruas jalan, sepanjang 335 kilometer, taksi yang membawa saya, berhenti. Ada pos penjagaan tentara Jordania. Selalu saya mengucapkan kata “Assalamu’alaikum!” Bukan karena saya mahir berbahasa Arab, tetapi itulah kalimat dalam bahasa Arab yang saya kuasai.

Di manapun juga, biasanya jika kita berkunjung ke sebuah negara, bahasa negara itu yang kita gunakan. Juga tulisan dimana-mana, hanya untuk menunjukkan, inilah negara kami, bangsa kami. Bahasa menunjukkan identitas budaya bangsa. Memang kalau pun ada bahasa asing, bisa dihitung dengan jari.

Perjalanan saya tidak menemui hambatan di setiap pos-pos penjagaan pihak keamanan Jordania di 335 km, maupun sudah mendekati perbatasan di Baghdad, yaitu sejauh 550 km dari Jordania. Apa sebabnya? Saya selalu membawa sehelai surat berbahasa Arab “gundul,” dari Duta Besar Irak di Jakarta, Zaki Al-Habba dan selalu saya perlihatkan.

Tahun 1992 itu, entahlah sekarang, ciri khas kota Jordania, atau Irak yang tidak lama lagi saya sudah tiba, adalah foto-foto ukuran besar pemimpin mereka. Jika di Jordania waktu itu adalah Raja Hussein dan di Irak, Saddam Hussein. Gambar mereka terlihat di sudut-sudut kota.

Foto-foto atau gambar ukuran besar Presiden Irak Saddam Hussein mulai terlihat, berarti saya sudah memasuki kota Baghdad. Taksi yang saya tumpangi melaju di jalan bebas hambatan yang mulus. Saya pun bertanya, bukankah Irak pada 17 Januari 1991, beberapa bulan sebelum saya datang telah diserang habis-habisan oleh pasukan multinasional pimpinan Amerika Serikat? Kenapa tidak ada jalan yang rusak atau puing-puing berserakan?

Saya teringat kata BM Diah yang ditulis di harian “Merdeka,” edisi 6 Agustus 1990 berjudul yang “Arti Sebenarnya Penyerangan Irak ke Kuwait,” dan ditulisan lainnya yaitu “Kenapa Amerika Serikat sebaliknya menyerang Irak?” Menurut BM Diah, jawabannya hanya satu kata, karena “minyak.”

Dijelaskan BM Diah, kenapa Irak memasuki Kuwait:

“Ketika pada tanggal 2 Agustus 1990, pasukan Irak memasuki daerah Kuwait, dapat dikatakan bahwa penyerbuan itu adalah satu perang minyak! Sebab perang atau ‘casus belli, ‘ yang menerbitkan keadaan permusuhan itu adalah masalah minyak. Dengan memasuki negara tetangganya sekarang ini, Irak ingin menunjukkan pada dunia bahwa ia berhasrat menjadi rakyat merdeka benar. Kuwait dipandangan Irak, hanyalah alat imperialisme dan kapitalisme semata-mata. Minyaknya bukan miliknya sendiri, tetapi disediakan buat negara-negara industri dan modal besar.”

Pernyataan BM Diah tahun 1990 ini menjadi bekal saya memasuki Irak pada bulan Desember 1992. Irak memiliki cadangan besar minyak di dunia. Tetapi Irak ingin agar tetangganya seperti Kuwait memakai produksi minyak untuk kepentingan negaranya, memakmurkan bangsanya. Jangan dibagi-bagikan untuk negara imperialisme.

BM Diah adalah seorang tokoh juru bicara Dunia Ketiga. Pemihakanya terhadap bangsa-bangsa di dunia yang memiliki nasionalisme tinggi sangat kentara. Sebutlah misalnya Vietnam, yang selalu dipuji-pujinya mampu mengalahkan Amerika Serikat dalam Perang Vietnam. Ketidakadilan yang diterapkan negara-negara adidaya atau sekutu-sekutunya terhadap negara Dunia Ketiga tidak pula luput dari perhatiannya.

Masalah Irak ini, harian “Merdeka,” yang dikomandani BM Diah menyoroti juga ketidakadilan Dewan Keamanan PBB terhadap Irak.

Tulisan pertama BM Diah, berjudul:” Kongres AS Beri Kuasa pada Bush Berperang,” yang dimuat harian “Merdeka,” edisi Senin, 14 Januari 1991. BM Diah dalam tulisan ini mempertanyakan tujuan perang AS:

“Apakah tujuan perang Amerika Serikat di Teluk Persia itu sebenarnya? Banyak! Tetapi yang utama, yang ditutupi dengan berbagai alasan ialah: minyak,” tulis BM Diah.

Tulisan kedua BM Diah, berjudul, “Apa Tujuan Perang AS,” yang dimuat harian “Merdeka,” edisi Rabu, 15 Januari 1991:

“Rhetoric George Bush hari demi hari, sejak tanggal 2 Agustus-ketika Irak memasuki Kuwait untuk menguasainya-menanjak dan tidak berbatas pada ketidakadaan rasa hormat pada Presiden Saddam Hussein. Segala kata-kata yang merendahkan derajat manusia ini yang kebetulan presiden dari suatu negara berdaulat dilontarkan padanya.” (bersambung)

DASMAN DJAMALUDDIN

Jurnalis, Sejarawan dan Penulis Senior

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular