Saturday, April 20, 2024
HomeInternasionalAudrey Young "Serang" Jokowi, Ini Klarifikasi Dubes Selandia Baru Tantowi Yahya

Audrey Young “Serang” Jokowi, Ini Klarifikasi Dubes Selandia Baru Tantowi Yahya

Presiden RI Joko Widodo bersalaman dengan Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern saat kunjungan kenegaraan pada 18-19 Maret 2018 lalu. (foto: nzherald)

 

WELLINGTON – Sebuah artikel New Zealand Herald yang ditulis political editor Audrey Young berjudul Visiting Leaders Show Disrespect by Failing to Share Platform with Jacinda Ardern pada Minggu (25/3/2018) di laman nzherald.co.nz ( http://www.nzherald.co.nz/nz/news/article.cfm?c_id=1&objectid=12019850 ) menjadi viral di tanah air.

Tulisan tersebut muncul sebagai respon terhadap kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Selandia Baru pada 18-19 Maret 2018 lalu dalam rangka peringatan 60 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Selandia Baru.

Pasalnya menurut Audrey dalam artikel tersebut, Jokowi menolak permintaan konferensi pers oleh pihak Kemenlu Selandia Baru. Tentu saja penolakan tersebut dianggap sebagai pelecehan terhadap publik negara itu. “The opposite applies. To decline to do so is implicitly disrespectful to Ardern and New Zealand,” tulis Audrey dalam artikelnya itu.

Menanggapi hal tersebut, Duta Besar (Dubes) Selandia Baru Tantowi Yahya menjelaskan duduk perkaranya dan sekaligus merupakan klarifikasi resmi terhadap media. Dalam pernyataan resminya itu, kakak dari Helmy Yahya itu menyatakan bahwa Audrey keliru memahami persoalan dan karenanya pihaknya meminta klarifikasi dari Audrey karena dianggap menyebarkan informasi yang keliru. Berikut klarifikasi lengkap Tantowi Yahya tersebut yang dikirimkan kepada media, Senin (26/3/2018):

Dua hari ini banyak komentar atas tulisan kolumnis, Audrey Young yang berjudul “Visiting leaders show disrespect by failing to share platform with Jacinda Ardern” yang dimuat di harian NZ Herald tanggal 25 Maret lalu. Kami sudah melayangkan protes keras kepada si penulis dan mendesaknya untuk membuat klarifikasi karena apa yang dia tulis tidak sesuai dengan kenyataan sesungguhnya.

Lawatan Presiden Joko Widodo ke Selandia Baru, setelah terakhir Presiden Indonesia berkunjung 13 tahun lalu, adalah lawatan yang sukses dan produktif. Ini adalah buah dari persiapan matang yang dilakukan oleh tim kedua negara jauh-jauh hari sebelumnya. Kunjungan kenegaraan yang dilaksakan tanggal 18 dan 19 Maret ini adalah dalam rangka merayakan 60 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Selandia Baru. Kami sangat puas dengan pelayanan, penyambutan dan perhatian yang diberikan oleh Pemerintah Selandia Baru.

Kami sangat kecewa dengan pemberitaan yang ditulis oleh Audrey Young yang dibuat tanpa dukungan fakta dan konfirmasi baik dari pemerintah Selandia Baru maupun KBRI Wellington selaku perwakilan Pemerintah Indonesia. Kami kecewa tulisan yang dibuat berdasarkan asumsi si penulis tersebut telah menciptakan persepsi yang salah tentang Presiden Joko Widodo. Dituliskan bahwa Presiden menolak untuk berjumpa dengan pers dan menolak untuk memberikan penjelasan setelah pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Jacinda Ardern di Gedung Parlemen, 19 Maret 2018. Sikap ini kemudian diterjemahkan pula sebagai sikap tidak hormat Presiden. Satu pendapat yang sangat pretensius.

Yang benar adalah keputusan untuk tidak membuat keterangan Pers adalah usulan dari Kementrian Luar Negeri dan Perdagangan Selandia Baru yang kemudian diadopsi menjadi keputusan bersama. Untuk konsumsi publik, hasil-hasil pertemuan akan disarikan dalam pernyataan bersama (joint statement) yang akan dimuat di website resmi kedua negara. Sebagai tamu, kami menghargai posisi yang diambil oleh tuan rumah. Kami mendukung sepenuhnya karena tidak ada yang salah dengan sikap tersebut.

Tulisan bahwa Presiden Joko Widodo menolak untuk berkomunikasi dengan media adalah pendapat pribadi Audrey Young yang tidak didukung oleh bukti dan fakta. Joko Widodo adalah orang biasa pertama yang menjadi Presiden Indonesia. Sebagai Presiden dari negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, Joko Widodo menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dan indepensi Pers sebagai salah satu pilar demokrasi.

Indonesia dan Selandia Baru tahun ini merayakan 60 tahun hubungan diplomatik. Dalam kurun waktu tersebut, banyak yang sudah dicapai oleh kedua negara dari mulai perdagangan, investasi, pendidikan, pertanian, pariwisata, penanganan bencana, politik sampai dengan kerjasama di bidang pertahanan dan kontra terorisme. Kedua negara sepakat untuk meningkatkan derajat hubungan dari Strategic ke Comprehensive. Kedua negara juga berkomitmen untuk meningkatkan perdagangan dari NZ$ 1.6 Milyard ke NZ$ 4 Milyard sebelum 2024.

(bm/bti)

RELATED ARTICLES

Most Popular