Friday, April 19, 2024
HomePolitikaDaerahAtasi Defisit, Senator Ini Sarankan BPJS Kesehatan Kurangi Pos Biaya Yang Kurang...

Atasi Defisit, Senator Ini Sarankan BPJS Kesehatan Kurangi Pos Biaya Yang Kurang Diperlukan

Senator asal DKI Jakarta, Dailami Firdaus.

 

JAKARTA – Tunggakan pembayaran klaim BPJS yang dialami oleh beberapa RSUD di wilayah DKI Jakarta kembali mendapatkan sorotan. Kali ini berasal dari Dailami Firdaus, senator DPD RI dari Jakarta.

Menurut Dailami, kondisi yang mengkhawatirkan ini jangan sampai berimbas kepada pelayanan masyarakat.

“Karena jujur saya sering mendapat keluhan perihal pelayanan peserta BPJS oleh Rumah Sakit. Peserta BPJS seperti dianaktirikan, walaupun tidak bisa digeneralisir,” ujar Dailami Firdaus kepada redaksi cakrawarta.com, Minggu (16/9/2018) siang.

Dailami menambahkan bahwa problematika ketelatan dalam pembayaran klaim sangat fatal. Di Jakarta sendiri berimbas kepada minimnya stok obat untuk peserta BPJS.

Dari catatan yang dikumpulkannya, Dailami memaparkan sampai saat ini, nilai dana klaim yang tertunggak untuk 8 RSUD sangat fantastis mencapai sekitar 130 miliar dan diperkirakan akan bertambah karena terakumulasi terus.

“Saya yakin di Rumah Sakit umum pasti mengalami hal yang sama, yaitu tertunggaknya klaim pembayaran BPJS,” imbuh tokoh yang juga menjadi Dewan Pembina Relawan Kesehatan (REKAN) Indonesia ini.

Defisit yang dialami BPJS Kesehatan ini mengakibatkan prahara dimana-mana. Pembayaran ke RS misalnya tertunda hingga 3 bahkan 9 bulan. Korban pertama adalah tenaga kesehatan, banyak yang jasa medisnya tidak dibayarkan hingga berbulan-bulan. Di beberapa tempat ada yang tidak dibayarkan hingga 10 bulan. Karena tidak kunjung dibayar akhirnya banyak yang memutuskan mengundurkan diri dan pindah tempat kerja.

Korban kedua adalah perusahaan alat kesehatan (alkes) dan farmasi, karena tentunya RS harus membayar obat dan alkes yang digunakan untuk mengobati pasien. Nasib mereka juga sama ada yg sudah 10 bulan tidak dibayar, jika diakumulasikan nilai hutang ke perusahaan farmasi dan alkes sudah mencapai 3,5 triliun.

“Jika industri farmasi nasional kita kolaps bagaimana dampaknya? Ribuan orang mungkin akan kehilangan pekerjaannya,” tandas Dailami.

Korban terakhir dari defisit anggaran BPJS adalah masyarakat karena aksesnya terhadap layanan kesehatan terputus.

Selain itu, tenaga kesehatan tentunya harus memprioritaskan pencarian nafkah untuk keluarganya. Di beberapa tempat ada yang uangnya baru turun setelah 10 bulan tapi dokternya sudah mengundurkan diri karena jasanya tidak kunjung dibayar. Akibatnya daerah itu kesulitan dokter. Obat yang semakin tidak tersedia di RS itu juga mengakibatkan pelayanan kesehatan menjadi tidak optimal.

“Harus ada solusi segera. Namun jangan jadi celah mengambil opsi yang jelas-jelas akan membenani masyarakat, seperti mengurangi manfaat atau penyesuaian yang berimbas kepada menaikkan tarif premi. Harus ada evaluasi menyeluruh dan pembenahan di dalam internal BPJS sendiri,” tegasnya.

Dailami menjelaskan, menjadi peserta BPJS adalah suatu kewajiban bagi masyarakat, jadi jangan sampai satu sisi mewajibkan namun di sisi lain justru melemahkan.

“Karena itu kembali saya tekankan agar ada terobosan-terobosan dalam mengatasi segala masalah. Pos-pos biaya yang dirasa tidak perlu mungkin bisa dievaluasi atau bahkan dihilangkan saja,” tutup Dailami Firdaus mengakhiri penjelasannya.

(ep/bti)

RELATED ARTICLES

Most Popular